TIGA FAKTOR KUNCI PENENTU IKHLAS DALAM KEHIDUPAN

Penulis: A. Rusdiana

Dibaca: 137 kali

A. Rusdiana

Oleh A. Rusdiana

 

Banyak orang yang baik telah wafat, kemudian kita kenang dengan berbagai sifat yang mulia. Salah satu diantaranya adalah sifat ikhlasnya. Keikhlasannya menjadi karakter yang melekat dalam pribadinya saat berjuang, berkorban, demi agama, bangsa dan negara. Berkaitan dengan keikhlasan, Yunahar Ilyas dalam bukunya Kuliah Akhlak menjelaskan tentang makna Ikhlas dan apa saja yang kriteria keikhlasan itu.

Secara bahasa akar atas dari iklah adalah khalasa dengan makna bersih, jernih, tidak bercampur. Secara istilah berarti beramal/bekerja semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih. Namun persoalan ikhlas itu tidak ditentukan oleh ada atau tidak adanya imbalan materi, tetapi ditentukan tiga faktor yakni:

Pertama Niat yang Ikhlas; Dalam Islam faktor niat sangat penting. Apa saja yang yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah berdasarkan niat mencari ridha Allah SWT. innamal a’malu binniyat (Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung kepada niat).

Niat ikhlas dan usaha yang sebaik-baiknya adalah syarat terpenuhinya kriteria ikhlas. Pekerjaan sukarela bisa saja bernilai tidak ikhlas bila dilakukan dengan serampangan. Sebaliknya profesi yang mendatangkan upah, bisa saja bernilai ikhlas apabila dilakukan dengan niat ikhlas dan usaha yang sungguh-sungguh.

Bagaimana dengan orang yang bekerja dan mendapatkan upah, seperti guru, dokter, dosen, apakah mereka tidak ikhlas? Takmir masjid dan pengurus ormas yang menjalankan tugasnya tanpa mendapat upah apakah otomatis ikhlas? Upah tidak ada kaitannya dengan keikhlasan. Ikhlas atau tidak seseorang tergantung pada niat dan kualitas usahanya.

Kedua Beramal/bekerja dengan sebaik–baiknya; Seseorang yang mengaku ihklas melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan menjalankan perbuatan itu dengan sebaik baiknya tidak boleh sembarangan. Amal tidak ada kaitannya dengan honor atau imbalan sehingga salah bila ada yang memahami bahwa apabila bekerja tanpa mendapatkan honor maka dapat bekerja sesuka hati tanpa memperhatikan kualitas kerja.

Ikhlas berarti beramal, beraktifitas, dan beribadah semata-mata hanya mengharap ridha Allah semata. Karena ikhlas berarti bekerja untuk Allah, maka sudah barang tentu setiap pekerjaan ia laksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan etos kerja yang tinggi. Apabila mendapat upah dari hasil kerja, maka ia belanjakan kepada yang halal dan dengan cara yang halal pula. Apakah mungkin orang yang beramal dengan ikhlas melaksanakan amalnya itu dengan asal-asalan? Jawabannya adalah tidak mungkin, karena lillah sama sekali bertentangan dengan asal-asalan.

Bekerja dengan etos kerja rendah hanya mungkin terjadi bila ia melakukan pekerjaannya itu dengan maksud yang fana, bila ia bekerja dengan maksud selain kepada Allah. Kepada ketua panitia kerja bakti misalnya, ia bekerja giat apabila dilihat saja.

Sedangkan ikhlas adalah bekerja untuk Allah. Karena sadar Allah maha melihat, maka ia tidak tidak membutuhkan perhatian manusia manapun. Karena tahu Allah maha hidup, tentu Allah akan selalu ada, berbeda dengan makhluk yang memiliki batas waktu di dunia. “Sesungguhnya Allah SWT menyukai, bila seseorang beramal, dia melakukan dengan sebaik-baiknya..” (HR Baihaqi).

Ketiga Pemanfaat hasil usaha dengan sebaik–baiknya; Seorang muslim yang telah menjalani dua unsur keikhlasan di atas yang pertama diawali dengan niat dan diteruskan oleh usaha maka ia akan mendapatkan hasil dari dua unsur tersebut maka harus dimanfaatkan dengan sebaik–baiknya dalam usaha yang lain, Seorang pedagang yang mendapat untung dari hasil jual belinya haruslah dibelanjakan kepada yang halal, dengan cara yang halal pula. Bila itu seorang pelajar, maka ilmunya itu ia manfaatkan bukan hanya untuk keuntungan diri sendiri, tapi juga memberi manfaat pada sesama. Serta ilmu yang didapatkan harus diamalkan dengan ikhlas.

Kebalikan dari ikhlas adalah riya. Riya dalam bahasa Arab berasal dari kata ??? – ??? yang berarti melihat. Sehingga Riya memiliki arti beramal karena ingin dilihat oleh orang lain. Beramal karena ingin mendapat pujian, harta, jabatan, popularitas dan segala hal selain kepada Allah. Riya menjadikan amal ibadah kehilangan nilai pahalanya di sisi Allah. Seperti tanah di atas batu yang sirna tersapu hujan. Hilang tidak membekas. Berlelah-lelah beribadah ternyata tidak ditemukan hasilnya saat hari perhitungan. Sedangkan ikhlas bagaikan kebun subur di dataran tinggi. Apabila hujan lebat, maka bertambah subur tanamannya. Walaupun hujan hanya sekedar gerimis saja, maka itu pun sudah mencukupi kebutuhan tanaman untuk tumbuh dengan optimal.

Walaupun riya dapat menghilangkan nilai pahala dari amal yang dikerjakan, namun bukan berarti karena takut riya maka amal ibadah itu lebih baik tidak dilakukan saja. Kuncinya adalah kebiasaan. Bila sudah terbiasa melakukan suatu ibadah, maka perasaan riya itu pun akan terus terkikis hingga tidak tersisa lagi.

Hanya dengan keikhlasanlah semua amal ibadah akan diterima oleh Allah SWT. Seorang mukhlish tidak akan pernah sombong kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Orang yang ikhlas akan selalu bersemangat dalam beramal. Pujian tidak membuat dia terbuai dan cacian tidak membuat dia mundur. Yang dicarinya hanyalah ridha Allah semata. Tapi seseorang yang tidak ikhlas akan cepat terbuai dan lupa diri bila mendapatkan pujian dan cepat berputus asa dalam menghadapi segala rintangan dalam perjuangan.

Wallahu A'alam Bishowab

Penulis:

Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search?q=buku+a.rusdiana +shopee&source  (3) https://play.google.com/store/books/author?id=Prof.+DR.+H.+A.+Rusdiana,+M.M

 

 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...