Penulis Taopik ipebe
Taopik ipebe
(Kepala SMAN 1 Leuwiliang)
Menundukan kepala tanda rendah hati merupakan bahasa tubuh yang disukai banyak
orang. Bukan hanya tanda rendah hati, manusia menundukan kepala seraya melihat
jalanan yang dilaluinya, melainkan juga bertujuan menghindari memandang sesuatu
yang berhak untuk dipandang. Memandang lawan jenis sehingga menimbulkan nafsu syahwat
merupakan sesuatu yang dilarang dalam agama Islam.
Menundukkan kepala, sekaligus menundukan pandangan mengarahkan manusia
untuk senantiasa menjaga kelembutan hati dan menundukan hawa nafsunya. Jika ada
peribahasa “dari mata turun ke hati” maka peribahasa itu benar adanya untuk
urusan cinta yang didasari hawa nafsu.
”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.
Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur [24]
: 30).
Menafsirkan ayat diatas, Imam Ibnu Katsir rahimahullah
berkata,
“Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala
kepada hamba-hambaNya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka
dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali
memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah
pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan.” (Tafsir
Ibnu Katsir, 6/41).
Sungguh Allah Subhanahu wata'ala yang maha mulia,
memuliakan hamba-Nya, yakni Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam dengan
memerintahkan kepadanya untuk merendahkan dirinya kepada kaum Muslimin yang
mengikutinya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
“Janganlah
sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah
Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu),
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu
terhadap orang-orang yang beriman. “ (QS. Al Hijr: 88).
Prof. Quraisy Sihab menafsirkan ayat di atas sebagai
berikut:
Wahai
Muhammad, janganlah kamu memandang kesenangan dunia yang telah Kami berikan
kepada sebagian orang kafir, musyrik, Yahudi, Nasrani dan Majusi itu dengan
pandangan iri dan ingin memiliki. Yang Kami berikan kepada mereka itu adalah
sangat kecil jika dibandingkan dengan kesempurnaan hubunganmu dengan Kami dan
dengan al-Qur'ân yang telah kami berikan. Kamu tidak perlu bersedih karena
mereka tetap dalam kesalahan. Bersikaplah rendah hati dan penyayang
kepada orang-orang Mukmin yang menyertaimu, karena mereka adalah pembela kebenaran
dan kaum yang dekat kepada Allah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia enggan menundukkan
kepala sebagai bentuk kerendahan hatinya. Pertama, sifat manusia yang ingin
dihormati oleh orang lain. Secara lahiriah memang bisa saja dengan kedudukan atau
materi yang dimilikinya, dia akan dihormati oleh sesamanya namun hormat itu
tidak akan sampai ke hati, bisa jadi mereka di belakang justru akan mengepalkan
tangannya.
Kedua, rasa sombong dalam diri manusia, yang menganggap
dirinya memiliki kelebihan dibanding orang lain, baik kelebihan materi,
kedudukan maupun ilmu atau pendidikan. Padahal Allah Subhanahu wata'ala menyampaikan
dalam Al-Qur'an tentang wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. (QS. Lukman: 18).
Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam juga menyampaikan pedoman
yang sempurna tentang bagaimana bersikap yang baik, yang disukai Allah
Subhanahu wata'ala dan juga pasti disukai sesama manusia. Sikap tawadu (rendah
hati) adalah pilihan sikap yang cerdas baik dalam pergaulan dengan orang yang
kedudukan (usia, jabatan, keilmuan)nya lebih tinggi maupun yang lebih rendah.
Iyadh bin Himar
radhiyallahu ’anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, Allah menurunkan wahyu kepadaku, yaitu
hendaklah kalian bersikap tawadhu (merendahkan diri), sehingga tidak ada seorang
pun bersikap sombong kepada yang lain dan tidak seorang pun menganiaya yang
lain.”
(HR. Muslim).
Sangat tidak
beralasan bagi manusia, khususnya seseorang yang beriman kepada Allah Subhanahu
wata'ala dan Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam untuk sombong, congkak dan
merendahkan orang lain. Terlalu banyak alasan dan kebaikan yang akan diterima
jika dia memilih tawadu (rendah hati) dalam hidupnya. Sebab seorang Muslim tahu
betul bahwa di hadapan Allah Subhanahu wata'ala, orang yang paling mulia adalah
yang paling taqwa, bukan yang paling tinggi kedudukannya, paling banyak ilmunya
apalagi paling banyak hartanya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu semua laki-laki
dan perempuan serta menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar
supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah
adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu semua”. (QS. Al Hujurat:
13)
Kelebihan dari orang lain, baik tentang materi, jabatan,
keturunan atau ilmu yang dimiliki maupun tentang akhlak, maka bukan ukruan
pengakuan diri sendiri yang menunjukan realita itu semua, melainkan penilaian
dari Allah Subhanahu wata'ala. Yang paling bertaqwa (menurut)-Nya yang paling
mulia. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
“…Dan janganlah kamu semua mengatakan bahwa dirimu itu yang
paling suci. Dia-lah yang paling mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (QS. An
Najm 1 32).
Rendah hati, dengan senantiasa menjaga sikap dan ras hormat
kepada sesama mendorong siapapun untuk tidak merendahkan orang lain. Kesamaan bentuk,
rupa dan kemampuan awal akalnya menjadikan seseorang menghargai pendapat orang
lain. Sikap rendah hati dengan tutur kata yang lembut secara otomatis akan
disukai banyak orang. Walaupun bukan itu tujuan manusia untuk menjaga kerendahan
hatinya, namun disamping Allah Subhanahu wata'ala menyukainya, DIA pun memberi
bonus dengan kesukaan manusia lain terhadap sikapnya.
Jika kekayaan yang dijadikan modal untuk menyombongkan diri,
maka berapa banyak orang yang hartanya banyak lenyap dengan sekejap. Jika keilmuan
yang dijadikan alasan untuk menyombongkan diri, maka harus diingat bahwa diatas
langit ada langit. Diatas kepintaran seseorang ada banyak orang yang
mengajarinya. Jika orang tuanya dan status keturunannya yang dijadikan alasan
untuk sombong, maka lihatlah Nabi yusuf, nabi Ismail, Nabi ishak, Nabi Sulaiman
alaihimussalam, mereka keturunan Nabi tapi tidak pernah menyombongkan diri.
Menundukkan kepala seraya merendahkan hati, merupakan
pilihan terbaik namun harus tetap meniatkan bahwa itu hanya untuk tunduk dan
patuh terhadap aturan Allah Subhanahu wata'ala. Kecintaan manusia terhadap-Nya
dan terhadap Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam mendorong manusia untuk
mengikuti keinginan-Nya dan meraih cinta-Nya. Merendahkan hati (diri) tidak menyebabkan
jatuhnya harga diri melainkan justru meninggikan derajat di mata manusia yang
lain dan yang paling utama menurut pandangan Allah Subhanahu wata'ala. Rosulullah
shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda:
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Harta itu tidak akan berkurang karena disedekahkan. Allah tidak akan menambahkan kepada orang yang suka memaafkan kecuali kemuliaan. Dan tidak ada seorang pun yang bersikap rendah diri melainkan Allah akan mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim).
Wallahu a’lam