Tundukkan Kepalamu, Nak

Penulis Taopik ipebe

Dibaca: 236 kali

Taopik ipebe

Oleh Taopik ipebe

(Kepala SMAN 1 Leuwiliang)

 

 

Menundukan kepala tanda rendah hati merupakan bahasa tubuh yang disukai banyak orang. Bukan hanya tanda rendah hati, manusia menundukan kepala seraya melihat jalanan yang dilaluinya, melainkan juga bertujuan menghindari memandang sesuatu yang berhak untuk dipandang. Memandang lawan jenis sehingga menimbulkan nafsu syahwat merupakan sesuatu yang dilarang dalam agama Islam.

 

Menundukkan kepala, sekaligus menundukan pandangan mengarahkan manusia untuk senantiasa menjaga kelembutan hati dan menundukan hawa nafsunya. Jika ada peribahasa “dari mata turun ke hati” maka peribahasa itu benar adanya untuk urusan cinta yang didasari hawa nafsu.

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur [24] : 30).

Menafsirkan ayat diatas, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

 

Ini adalah perintah dari Allah Taala kepada hamba-hambaNya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan.(Tafsir Ibnu Katsir, 6/41).

 

Sungguh Allah Subhanahu wata'ala yang maha mulia, memuliakan hamba-Nya, yakni Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam dengan memerintahkan kepadanya untuk merendahkan dirinya kepada kaum Muslimin yang mengikutinya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. “ (QS. Al Hijr: 88).

 

Prof. Quraisy Sihab menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:

Wahai Muhammad, janganlah kamu memandang kesenangan dunia yang telah Kami berikan kepada sebagian orang kafir, musyrik, Yahudi, Nasrani dan Majusi itu dengan pandangan iri dan ingin memiliki. Yang Kami berikan kepada mereka itu adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kesempurnaan hubunganmu dengan Kami dan dengan al-Qur'ân yang telah kami berikan. Kamu tidak perlu bersedih karena mereka tetap dalam kesalahan. Bersikaplah rendah hati dan penyayang kepada orang-orang Mukmin yang menyertaimu, karena mereka adalah pembela kebenaran dan kaum yang dekat kepada Allah

 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia enggan menundukkan kepala sebagai bentuk kerendahan hatinya. Pertama, sifat manusia yang ingin dihormati oleh orang lain. Secara lahiriah memang bisa saja dengan kedudukan atau materi yang dimilikinya, dia akan dihormati oleh sesamanya namun hormat itu tidak akan sampai ke hati, bisa jadi mereka di belakang justru akan mengepalkan tangannya.

 

Kedua, rasa sombong dalam diri manusia, yang menganggap dirinya memiliki kelebihan dibanding orang lain, baik kelebihan materi, kedudukan maupun ilmu atau pendidikan. Padahal Allah Subhanahu wata'ala menyampaikan dalam Al-Qur'an tentang wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya:

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Lukman: 18).

 

Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam juga menyampaikan pedoman yang sempurna tentang bagaimana bersikap yang baik, yang disukai Allah Subhanahu wata'ala dan juga pasti disukai sesama manusia. Sikap tawadu (rendah hati) adalah pilihan sikap yang cerdas baik dalam pergaulan dengan orang yang kedudukan (usia, jabatan, keilmuan)nya lebih tinggi maupun yang lebih rendah.

Iyadh bin Himar radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya, Allah menurunkan wahyu kepadaku, yaitu hendaklah kalian bersikap tawadhu (merendahkan diri), sehingga tidak ada seorang pun bersikap sombong kepada yang lain dan tidak seorang pun menganiaya yang lain.  (HR. Muslim).

 

Sangat tidak beralasan bagi manusia, khususnya seseorang yang beriman kepada Allah Subhanahu wata'ala dan Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam untuk sombong, congkak dan merendahkan orang lain. Terlalu banyak alasan dan kebaikan yang akan diterima jika dia memilih tawadu (rendah hati) dalam hidupnya. Sebab seorang Muslim tahu betul bahwa di hadapan Allah Subhanahu wata'ala, orang yang paling mulia adalah yang paling taqwa, bukan yang paling tinggi kedudukannya, paling banyak ilmunya apalagi paling banyak hartanya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu semua laki-laki dan perempuan serta menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu semua”. (QS. Al Hujurat: 13)

 

Kelebihan dari orang lain, baik tentang materi, jabatan, keturunan atau ilmu yang dimiliki maupun tentang akhlak, maka bukan ukruan pengakuan diri sendiri yang menunjukan realita itu semua, melainkan penilaian dari Allah Subhanahu wata'ala. Yang paling bertaqwa (menurut)-Nya yang paling mulia. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

“…Dan janganlah kamu semua mengatakan bahwa dirimu itu yang paling suci. Dia-lah yang paling mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (QS. An Najm 1 32).

 

Rendah hati, dengan senantiasa menjaga sikap dan ras hormat kepada sesama mendorong siapapun untuk tidak merendahkan orang lain. Kesamaan bentuk, rupa dan kemampuan awal akalnya menjadikan seseorang menghargai pendapat orang lain. Sikap rendah hati dengan tutur kata yang lembut secara otomatis akan disukai banyak orang. Walaupun bukan itu tujuan manusia untuk menjaga kerendahan hatinya, namun disamping Allah Subhanahu wata'ala menyukainya, DIA pun memberi bonus dengan kesukaan manusia lain terhadap sikapnya.

 

Jika kekayaan yang dijadikan modal untuk menyombongkan diri, maka berapa banyak orang yang hartanya banyak lenyap dengan sekejap. Jika keilmuan yang dijadikan alasan untuk menyombongkan diri, maka harus diingat bahwa diatas langit ada langit. Diatas kepintaran seseorang ada banyak orang yang mengajarinya. Jika orang tuanya dan status keturunannya yang dijadikan alasan untuk sombong, maka lihatlah Nabi yusuf, nabi Ismail, Nabi ishak, Nabi Sulaiman alaihimussalam, mereka keturunan Nabi tapi tidak pernah menyombongkan diri.

 

Menundukkan kepala seraya merendahkan hati, merupakan pilihan terbaik namun harus tetap meniatkan bahwa itu hanya untuk tunduk dan patuh terhadap aturan Allah Subhanahu wata'ala. Kecintaan manusia terhadap-Nya dan terhadap Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam mendorong manusia untuk mengikuti keinginan-Nya dan meraih cinta-Nya. Merendahkan hati (diri) tidak menyebabkan jatuhnya harga diri melainkan justru meninggikan derajat di mata manusia yang lain dan yang paling utama menurut pandangan Allah Subhanahu wata'ala. Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam bersabda:

Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Harta itu tidak akan berkurang karena disedekahkan. Allah tidak akan menambahkan kepada orang yang suka memaafkan kecuali kemuliaan. Dan tidak ada seorang pun yang bersikap rendah diri melainkan Allah akan mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim). 

Wallahu a’lam

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...