URGENSI AMNESTI PENGGUNA NARKOBA DARI PERSPEKTIF HAM

Penulis: Hasbullah Fudail

Dibaca: 297 kali

Hasbullah Fudail

Oleh Hasbullah Fudail

 

Entah terlambat atau kurang tanggap pemerintahan sebelumnya, sehingga penyakit menahun  permasalahan over kapasitas narapidana yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan Negara (Rutan) di seluruh Indonesia. Gebrakan yang dilakukan  presiden Prabowo tahun pertama pemerintahnnya yaitu wacana memberikan amnesti kepada sekitar 44 ribu narapidana. Pemikiran ini disampaikan setelah Presiden memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan, Jumat (13/12/25).

Dari sekian banyak yang direncanakan mendapatkan amnesti tersebut akan memprioritaskan  kepada pengguna narkoba yang ada dalam lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara di seluruh Indonesia. Amnesti ini juga akan diberikan kepada narapidana yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pertimbangan sakit menahun dan usia lanjut, kasus penghinaan kepala negara, dan kasus aksi bersenjata di Papua juga termasuk ke dalam kategori narapidana yang akan diberi amnesti.

Amnesti merupakan salah satu istilah dalam sistem hukum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti berasal dari bahasa Yunani 'amnestia' yang berarti melupakan. Sehingga pada konsepnya pemberian amnesti dilakukan sebagai upaya untuk menghapuskan pidana yang telah dilakukan. Melansir laman Indonesia Baik, amnesti yang diberikan untuk banyak orang dapat disebut sebagai amnesti umum dan amnesti diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UUD 1945.

Amnesti Narapida Narkoba dan HAM

Banyaknya penghuni kejahatan narkoba di Lapas dan Rutan saat ini menjadi fenomena gunung  es yang sangat membahayakan masa depan bangsa sekaligus sistem pemasyarakatan. Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah penghuni Lapas dan Rutan saat ini kapasitas hunian lapas di Indonesia pada tahun 2024 adalah 140.424 orang, sementara jumlah penghuninya mencapai 265.346 orang. Hal ini berarti, lapas di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas atau over capacity sebesar 89%, demikian Yasonna H. Laoli di depan anggota DPR Komisi 3 (12/06/2024).

Menurut Wakil Menteri Hukum Eddy OS Hiariej Rabu (4/12/2024), masalah kelebihan penghuni di Lapas dan Rutan sudah terjadi sejak lama. Datanya, sekitar 52 persen penghuni Lapas/Rutan adalah pelaku kejahatan narkotika. Fakta yang cukup menyedihkan, ternyata 80 persen penghuni penjara adalah pengguna narkoba. ”Yang lebih menyedihkan, sebagian besar pengguna itu barang buktinya di bawah 1 gram. Rata-rata barang bukti 0,4 gram-0,5 gram, tetapi karena undang-undang, mereka harus mendekam di dalam penjara minimal empat tahun,” kata Eddy.

Sementara Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, sebelum para narapidana mendapatkan amnesti maka harus diberikan pendidikan atau pelatihan terkait dengan nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, keadilan, perdamaian, supaya yang paling penting ‘kan perubahan mindset. Mindset kriminal (diubah menjadi) mindset human,". Pendidikan HAM bagi narapidana yang akan diberi amnesti itu termasuk salah satu fokus Kementerian HAM untuk tahun 2025.

Menjadi pertanyaan publik “Mengapa bagi pengguna narkoba yang dominan diberi amnesti? Jika  dilakukan kajian mendalam atas kebijakan ini maka beberapa pertimbangannya antara lain:

1.         Solusi Rehabilitasi bukan hukuman penjara. Diakui hari ini bahwa kategori kejahatan narkoba yang menghuni Lapas/Rutan hari ini adalah mereka yang kebayakan adalah pengguna  Narkoba. Mereka rata-rata menjadi korban karena pergaulan tidak terkontrol atau coba-coba hal yang baru atau bahkan korban dari jaringan bandar narkoba yang memanfaatkan berbagai cara dan jaringan untuk memasarkan narkoba.

2.         Mayoritas Penghuni Lapas/Rutan Pengguna Narkoba. Seperti berbagai data yang disampaikan dari Kementerian Hukum dan HAM bahwa sebagian besar penghuni Lapas dan Rutan hari ini lebih 80% penghuninya adalah termasuk kejahatan narkoba (bandar, pengedar maupun pengguna).

Menjadi ironi hari ini, jika dilakukan assesmen mendalam terhadap para penghuni kejahatan narkoba di Lapas/Rutan kebanyakan didakwa pasal pelanggaran yang disangkakan adalah  sebagai pengedar narkoba Pasal 114 ayat (1) mengatur ancaman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun bagi pengedar narkoba dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sementara yang didakwa sebagai pengguna sangat sedikit, sehingga menjadi agak kurang rasional sekaligus ancaman karena lebih banyak pengedar daripada pengguna, lebih banyak penawaran (pengedar) daripada permintaan (pengguna) dalam teori ekonomi yaitu supply and demand.

Keberadaan Lembaga yang khusus mengurus narkoba Badan Nasional Narkotika (BNN) sepertinya belum mampu untuk melakukan tindakan prepentif terhadap semakin meningkatnya kejahatan narkoba termasuk melakukan rehabilitasi terhadap pengguna narkoba agar tidak menjadi penghuni hotel prodeo. Sehingga jika tindakan preventif dan rehabilitasi bisa dimaksimalkan maka potensi over capasitas narapida di Lapas/Rutan bisa dikurangi.

3.         Over Kapasitas dan pelanggaran HAM di Lapas/Rutan

Tidak bisa dimungkiri atas kritikan berbagai pejuang HAM, bahwa secara umum di Lapas dan Rutan lah tempatnya banyak terjadi pelanggaran HAM. Berbagai hak-hak narapidana tidak dibuka secara transparan, perlakuan petugas terhadap napi, pemenuhan makanan sehat, beribadah, kesehatan dan lainnya amat banyak yang terabaikan.

Salah satu penyebab diabaikannya hak-hak napi karena jumlah penghuni yang tidak sesuai dengan kapasitas Lapas/Rutan. Sehingga untuk mendapatkan hak ruangan yang layak untuk  beristirahat tidak bisa dipenuhi sehingga terkadang harus dilakukan bertumpuk dalam satu ruangan yang sempit. Bahkan untuk tidur merebahkan badan pun harus dilakukan pengaturan  jam tidur agar tidak saling tindih. 

Ketakutan berbagai lapisan masyarakat ketika para pengguna Narkoba ini diberi amnesti dan  kembali  ke masyarakat paska hukuman di Lapas dan Rutan, maka berbagai dampak yang negatif perlu diantisipasi. Dengan kebijakan pemberian amnesti maka bisa menyebabkan: Pertama. Pengguna Narkoba Meningkat dan Kriminalitas. Bebasnya jumlah narapida yang banyak dalam waktu yang bersamaan dari Lapas/Rutan akan dikhawatirkan menimbulkan ekses negatif berkembangnya/meningkatnya kembali kriminilitas di masyarakat. Hal ini didasari pertimbangan bahwa para pelaku pengguna narkoba secara umum mempunyai korelasi dengan perbuatan kriminal seperti mencuri, memperkosa bahkan bisa membunuh.

Kedua, Penumpang Gelap Bandar Narkoba bisa bermain. Mentalitas aparatur sipil negara (ASN) yang masih rapuh serta sistem data base yang belum sempurna, menyebabkan peluang terjadinya kesempatan bandar narkoba untuk juga mendapatkan amnesti tidak bisa dimungkiri. Menjadi hal yang wajar jika masyarakat meminta pemberian amnesti harus dilakukan assessment yang ketat  untuk tidak  dimanfaatkan oleh para bandar Narkoba.

Dengan demikian pemberian amnesti kepada para pengguna narkoba karena kecelakaan menjadi  bagian dari memanusiakan manusia untuk memenuhi aspek kemanusiaan. Hari ini tidak ada jaminan bahwa mereka yang masuk ke Lapas /Rutan karena narkoba kelasnya bisa meningkat.  Dari pengguna/pemakai menjadi pengedar lama kelamaan menjadi bandar. Kita berdoa dan berharap amnesti yang diberikan kepada para pengguna narkoba maupun penghuni lainnya  menjadi solusi dalam aspek Hak Asasai Manusia sekaligus rekonsiliasi berbagai potensi bangsa menuju Indonesia lebih baik.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...