Jurnal: Sebuah Bentuk Penilaian Sikap Siswa yang Otentik dan Efektif dalam KBM

Penulis: Mikdam Mustopa

Dibaca: 1943 kali

Mikdam Mustopa

Oleh Mikdam Mustopa

(Komunitas Cinta Indonesia/KACI #PASTI BISA#)

 

Di sela-sela obrolan setelah supervisi kelas, para guru nampak kebingungan ketika dikonfirmasi apakah mereka menilai aspek sikap pada kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakannya. Ada yang menjawab bahwa nilai sikap itu hanya tanggung jawab guru mata pelajaran PPKn dan PABP. Ada juga yang mengatakan bahwa semuanya sudah disiapkan di RPP. Di RPP memang dicantumkan teknik menilai sikap yang akan digunakan mulai dari teknik observasi, penilaian diri dan penilaian antarteman. Setelah diteliti ternyata RPP-nya juga hasil “copy paste”. Jika dilihat, memang alat penilaiannya cukup lengkap dengan soal-soal penilaian diri dan penilaian antarteman untuk mengukur sikap para siswa. Tapi ketika ditanya apakah mereka menyusun soal-soal penilaian sikap tersebut membuat indikator terlebih dahulu. Mereka malah semakin bingung dan tidak bisa menjawab. Jadi para guru tersebut memang punya RPP tapi tidak tahu isinya. Pada saat itu, para guru tersebut tidak bisa meyakinkan sang supervisor bahwa mereka menilai sikap siswa dalam setiap mengajarnya.

Ilustrasi di atas memang hanya studi kasus, namun memang hal-hal tersebut sering kita temukan dalam konteks pembelajaran di dunia pendidikan kita. Bahkan dalam panduan penilaian pun disebutkan bahwa hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013 tingkat SMP pada tahun 2014 menunjukkan bahwa salah satu kesulitan pendidik dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 adalah penilaian (Kemdikbud, 2017 :1). Disebutkan juga bahwa kesulitan utama yang dihadapi pendidik adalah merumuskan indikator, menyusun butir-butir instrumen, dan melaksanakan penilaian sikap dengan menggunakan berbagai macam teknik.

Dalam panduan penilaian dari Kemdikbud tersebut sudah dijelaskan mulai dari definisi penilaian sikap, teknik penilaian yang utama dan tambahan termasuk contoh-contoh perilaku baik sikap spiritual maupun sikap sosial. Penilaian sikap adalah kegiatan untuk mengetahui perilaku spiritual dan sosial peserta didik yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas sebagai hasil pendidikan. Penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian/perkembangan sikap peserta didik dan memfasilitasi tumbuhnya perilaku peserta didik sesuai butir-butir nilai sikap dari KI-1, KI-2, dan nilai-nilai lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan. Bahkan pada panduan tersebut dilengkapi juga dengan contoh-contoh perilaku sikap spiritual yang memang dikompetensi intinya belum dijelaskan secara rinci. Tetapi kalau sikap sosial di kompetensi inti pun butir-butir perilakunya sudah ada, yakni jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli dan percaya diri.

Para guru sebenarnya juga sudah tahu bahwa butir-butir sikap tersebut yang terutama harus dinilai selama kegiatan pembelajaran bahkan datanya diperlukan untuk mengisi e-raport pada kurikulum 2013. Datanya bukan hanya dari guru mata pelajaran PPKn dan PABP saja, melainkan juga dari semua guru mata pelajaran bahkan dari guru BK dan wali kelas. Kompetensi inti yang diberikan Pemerintah sebagai pesanan kurikulum bukan hanya milik mata pelajaran PPKn dan PABP saja, melainkan milik sekaligus tugas guru-guru mata pelajaran lain juga. Para guru juga sudah tahu tentang itu karena sudah sering memperoleh baik dari pelatihan, diklat, bimbingan maupun dengan membaca sendiri panduan penilaiannya.

Teknik utama yang direkomendasikan panduan penilaian adalah teknik observasi dalam bentuk jurnal. Perilaku peserta didik yang dicatat di dalam jurnal pada dasarnya adalah perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan butir sikap yang terdapat dalam aspek sikap spiritual dan sikap sosial (Kemdikbud, 2017: 35). Pastikan ketika mengajar, seorang guru memiliki dan membawa buku jurnal tersebut karena kepemilikan buku jurnal tersebut jadi memegang peranan penting dalam menilai sikap siswa. Jika dikaitkan dengan studi kasus di atas, maka seharusnya sebagai jawaban para guru yang tepat bahwa mereka menilai sikap adalah dengan memiliki buku jurnal sikap tersebut. Meskipun buku jurnal yang dibawa ketika mengajar tersebut ternyata tidak diisi apapun itu bukan masalah. Jurnal itu fungsinya hanya untuk mencatat perilaku siswa yang dianggap ekstrem baik yang positif maupun negatif yang memang perlu dicatat. Berdasarkan panduan, jika seorang guru tidak memperoleh temuan apapun ketika mengajar berarti tidak ada butir sikap siswa yang perlu dicatat dan itu berarti pada hari itu sikap semua siswa hasil penilaiannya baik. Dengan kata lain, tidak berarti pada hari itu guru tersebut tidak menilai sikap.

Teknik observasi dalam bentuk jurnal itu melaksanakannya sangat mudah tetapi fungsinya sangat efektif. Sebagai alternatif, seorang guru bisa hanya menyediakan buku tulis yang harganya relatif murah, lembaran-lembaran atasnya dipotong, kemudian diberi kolom sesuai dengan panduan, yaitu: nomor, nama siswa, hari/tanggal, catatan perilaku, butir sikap, keterangan, ttd, dan tindak lanjut. Sangat mudah bukan? Hanya dengan kepemilikan buku jurnal tersebut sudah cukup sebagai bukti bahwa seorang guru sudah melaksanakan penilaian sikap ketika mengajar. Selain berfungsi sebagai catatan, buku jurnal juga berfungsi sebagai bimbingan. Jika seorang guru menemukan seorang siswa berperilaku ekstrem baik dalam hal positif maupun negatif, kemudian guru tersebut mencatatnya dalam buku jurnal kolom catatan perilaku. Tentunya, pekerjaan guru tidak sampai di sana, jika perlu, guru tersebut bukan hanya mencatat tetapi juga memberi nasihat jika perilakunya negatif dan jika perilaku positif tentunya tindak lanjutnya bisa berupa reward/penghargaan. Jika bentuk jurnal tersebut dilaksanakan oleh semua komponen sekolah yang disebutkan dalam panduan, yakni guru mata pelajaran, wali kelas dan guru bimbingan konseling, penilaian sikap siswa akan terwujud secara otentik dan efektif bukan hanya fungsi penilaian tapi juga fungsi bimbingan konseling bagi setiap siswa sekaligus sebagai sarana pengembangan karakter di sekolah.

Tentunya akan lebih baik jika guru melengkapinya dengan teknik lain, yakni dengan menggunakan penilaian diri dan penilaian antarteman. Tetapi teknik-teknik tersebut selain relatif lebih rumit baik dalam penyusunan soalnya maupun dalam pelaksanaanya, seringkali jika tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang tepat malah validitasnya juga dipertanyakan. Selain itu, juga berdasarkan panduan penilaian fungsinya hanya sebagai teknik penilaian penunjang bukan teknik penilaian utama. Sebaliknya teknik observasi bentuk jurnal selain posisinya sebagai teknik penilaian sikap yang utama, fungsinya juga terbukti ganda. Bentuk penilaian sikap yang berupa jurnal tersebut banyak kelebihannya, antara lain, penilaiannya otentik/tidak dibuat-buat. Selain itu guru bisa memiliki catatan sikap siswa untuk ditindaklanjuti sesuai dengan bentuk perilakunya. Dengan kata lain, seorang guru bukan hanya mencatat tapi juga memberi nasihat. Fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, catatan-catatan di buku jurnal tersebut juga bisa digunakan sebagai data yang bisa dianalisis dengan relatif mudah sebagai bahan utuk mengisi raport siswa dalam aspek siswa baik sikap spiritual maupun sikap sosial sesuai dengan tuntutan e-raport.

“Jika ada yang mudah mengapa cari yang susah?” ***

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...