Penulis: Dadan Supardan/KACI
Indra Charismiadji (dok: pribadi)
Beberapa
statement dari pengamat pendidikan Indra Charismiadji memantik perasaan gerah
para guru. Pernyataan-pernyataannya di media massa, seperti “Kualitas guru rendah dan maunya gaji besar” dinilai sangat melukai
perasaan para pendidik. Untuk mengetahui maksud dan tujuan serta dasar apa yang
menjadi rujukan pernyataan-pernyataannya tersebut, beritadisdik.com
melakukan wawancara tertulis, Kamis (14/5/2020) dengan pria kelahiran Bandung, 9 Maret 1976 ini. Berikut petikannya.
Pernyataan Anda yang menyebut kualitas guru rendah dan maunya gaji besar sangat melukai perasaan para guru. Bagaimana tanggapan Anda?
Ketika saya
ditanya oleh pihak media tentang kualitas guru di Indonesia, saya menyampaikan
beberapa data seperti Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015 yang menunjukkan
bahwa rerata skor guru-guru Indonesia berada pada angka 56,69 secara nasional. Jika
kita menggunakan skala penilaian di perguruan tinggi kira-kira D alias buruk.
Rerata mutu
pendidik yang belum baik ini terkonfirmasi dalam hasil Programme for
International Student Assessment (PISA) dimana Indonesia berada jauh di bawah
rerata negara OECD untuk kemampuan membaca (literasi), matematika (numerasi),
dan sains. Bahkan khusus untuk kemampuan literasi, Bank Dunia menyimpulkan
bahwa anak-anak Indonesia functionally illiterate alias bisa membaca tetapi tidak
mengerti makna yang dibaca.
Jika ada yang beragumentasi bahwa hasil PISA itu
produk luar negeri, maka bisa melihat survei lokal dari Kemendikbud sendiri
yaitu AKSI 2019 https://aksi.puspendik.kemdikbud.go.id/laporan/.
Semuanya mengkonfirmasi bahwa mutu pendidikan kita
masih buruk. Pada kesempatan lain saya sendiri sudah berkeliling ke
sekolah-sekolah di pelosok negeri mulai Aceh sampai Papua, dari Pulau Natuna
sampai Pulau Sumba, kondisi yang saya temui memang mencerminkan survei-survei
tersebut di atas.
Ini adalah hal yang mendasari pernyataan saya dan ditulis dengan kalimat bahwa
kualitas guru rendah.
Untuk guru maunya gaji besar, ini ditulis berdasarkan pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan pada setiap forum pertemuan guru, setiap diminta untuk meningkatkan mutu pengajaran para guru lebih memilih untuk diam. Sedangkan jika dalam forum itu membahas kenaikan pendapatan maka respons para guru langsung terlihat. Berdasarkan pengalaman saya sendiri, saat guru diajak diskusi tentang mutu langsung jawabannya adalah masalah penghasilan yang rendah dan itu yang selalu dijadikan alasan untuk mereka tidak maksimal dalam bekerja.
Jika pernyataan-pernyataan tersebut yang berdasarkan fakta menyakiti hati para guru. Apakah artinya sebagai seorang pemerhati saya harus berbohong ke media? Di mana letak integritas saya dan apa manfaatnya untuk bangsa ini dengan kebohongan saya tentang kondisi mutu pendidikan kita.
Menurut Anda apa penyebab paling mendasar yang membuat kualitas guru rendah?
Banyak faktor:
a. Sistem pendidikan
yang lemah dan belum berhasil mencerdaskan kehidupan bangsa.
b. Profesi Pendidik
yang belum dianggap penting dan fundamental dalam kehidupan berbangsa.
c. Program pelatihan
guru baik yang pra jabatan maupun dalam jabatan yang seadanya saja dan tidak
profesional.
Apa maksud dan tujuan Anda dengan pernyataan tersebut?
Sebatas menjawab pertanyaan media saja dan berharap
tentunya ada perbaikan yang signifikan dalam sistem pendidikan kita. Apalagi
katanya program pemerintah akan memprioritaskan pembangunan SDM unggul.
Tentunya hal-hal seperti itu harus
mendapatkan perhatian utama dari semua pihak.
Indikator-indikator apa yang dapat Anda sebutkan terkait dengan rendahnya kulitas guru?
Sudah dijawab di poin 1.
Data apa saja yang mendukung pernyataan Anda terkait
dengan rendahnya kualitas guru?
Sudah dijawab di poin 1.
Sudah dijawab di poin 1.
https://www.kompasiana.com/indracharismiadji7513/5e67b235097f364adb5765d2/menyiapkan-guru-penggerak
Jadilah pendidik seperti yang disampaikan Ki Hadjar
Dewantara: Ing Ngarso Sung Tulodo (mampu menjadi tauladan), Ing Madyo Mangun
Karso (berada di tengah-tengah
anak didiknya dalam membangun harapan), dan Tut Wuri Handayani (memberikan
motivasi bagi peserta didik untuk terus maju dan tidak mudah menyerah).
Menurut Anda, berapa persen guru yang berkualitas?
Kalau kita menggunakan teori difusi Inovasinya Everett Rogers maka ada sekitar 2,5% yang inovatif (jika ada 3 juta guru maka total hanya 70 ribuan saja). Hasil UKG kebetulan mengkonfirmasi hal tersebut. ***