Dia yang ku tunggu

Penulis: Ratih Eka Maryati, S.Si

Dibaca: 189 kali

Ratih Eka Maryati, S.Si

Oleh Ratih Eka Maryati, S.Si

(Guru SMAN 1 Cigombong Kab. Bogor)

 

Memiliki buah hati dari sebuah ikatan cinta yang suci nan agung adalah impian setiap orang. Kodrat sebagai seorang wanita untuk menjadi seorang ibu dipertaruhkan. Ada dan tiadanya suatu kehidupan dalam rahim seorang ibu adalah rahasia dan kuasa Illahi. Kita sebagai manusia hanya bisa berdoa dan memohon yang terbaik atas apa yang telah dikehendaki-Nya.

Banyak orang mengatakan usia memasuki kepala empat adalah rawan untuk memiliki buah hati. Tapi, berbekal keyakinan diri ketika Allah menghendaki itu semua, berarti saya mampu akan melewatinya. Kita sebagai manusia hanya bisa menjaga sebaik-baiknya. Singkat cerita Allah menitipkan buah hati di usia saya menjelang kepala empat dengan perbedaan jarak yang cukup jauh dengan anak kedua saya yaitu sebelas tahun. Lika-liku perjalanan sembilan bulan pun penuh dengan kenikmatan yang Allah berikan.

Setiap kelahiran seorang anak memiliki cerita tersendiri dan akan selalu membekas dalam ingatan seorang ibu. Detik-detik perjuangan seorang ibu dalam mempertaruhkan nyawa masih nampak jelas walaupun semuanya sudah berlalu. Terlebih atas kelahiran putri ketigaku yang membawa keunikan dan cerita tersendiri.

Tepat 20 Januari 2022, HPL (hari perkiraan lahiran) ditetapkan. Segala persiapan telah dilakukan, agar semua dalam kondisi baik-baik saja. Putri pertama saya lahir 9 bulan 8 hari tepat di hari ulang tahun suami saya, putra kedua saya lahir 9 bulan 4 hari tepat di Hari Kesaktian Pancasila. Berbekal keyakinan diri atas takdir Illahi, pengalaman kedua anak saya, serta kondisi pengontrolan bidan dan dokter yang baik-baik saja membuat rasa khawatir dan stress bisa dilalui dengan baik.

Hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik semua begitu terasa setelah HPL terlewati. Merasakan mules dan akhirnya hilang berlalu begitu saja. Semuanya telah dirasakan, tapi waktu itu tak kunjung tiba. Keluarga, sahabat, dan teman-teman yang begitu sayang semakin khawatir dengan kondisi saya. Mungkin ada yang berpikiran kenapa sih ngga Caesar aja, kenapa harus normal, sudah lewat HPL, apa ngga khawatir sama janinnya? Mungkin masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya. Semuanya saya abaikan, saya yakin hari itu tiba.

Memiliki bidan yang begitu sabar dan selalu menguatkan dalam melewati hari-hari menantikan buah hati membuat saya yakin bahwa saya bisa melahirkan dengan normal. Teringat cerita seorang sahabat yang melahirkan anak ketiganya di negeri Sakura, Jepang. Beliau mengatakan bahwa Dokter di Jepang senang yang alamiah, seorang bayi akan lahir pada waktunya tanpa perlu induksi jika kondisinya baik-baik saja. Jadi banyak-banyaklah berdoa, hanya butuh kesabaran dan keikhlasan bahwa takdir itu akan datang. Itu semua menambah motivasi dan keyakinan diri bahwa saya bisa lahir normal

Pagi itu Sabtu, 29 Januari 2022 pukul 05.00 subuh tepat 9 bulan 9 hari, saya mencoba untuk menghubungi putri sulungku yang sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren. Saya meminta doanya, agar Allah berikan kemudahan dalam proses persalinan. Janji mengikuti senam Yoga, dan berdiskusi tentang kehamilan membuat rasa stress dan khawatir sedikit berkurang. Posisi dan kondisi janin yang sudah bagus tinggal menunggu waktu masih butuh proses. Allahu Rabbi, perjanjian apa antara Engkau dan Bayiku yang membuat aku harus bersabar menunggu.

Sabtu sore, jadwal praktek kontrol dokter. Saya mencoba memutuskan untuk USG di suatu Rumah Sakit dengan tujuan mengetahui kondisi cairan ketuban dan janin serta mengusir rasa khawatir. Sebenarnya bidan saya menyarankan jangan dulu USG. Kalau sudah ke rumah sakit pasti dokter akan langsung ambil tindakan caesar karena sudah lewat HPL. Lagi-lagi rencana ini pun gagal, terkena aturan PPKM ganjil-genap yang membuat mobil kami harus putar balik. Akhirnya kami pun pasrah untuk mencari agenda kegiatan lain.

Minggu pagi yang cerah, kontraksi pun makin kuat hingga datang flek, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke bidan. Beliau mengatakan pembukaannya masih cukup jauh, diprediksi malam. Akhirnya kami pun memutuskan pulang, tetapi tidak ke rumahku melainkan ke rumah orang tua. Rasa mules itu tetap berjalan terus, dengan intensitas yang lebih sering disertai flek, tapi hanya sekedar kontraksi palsu.

Selang beberapa jam, kontraksi begitu kuat. Saya meminta anak saya memanggil ayahnya yang sedang mempersiapkan kendaraan untuk membawa saya ke bidan. Tapi apa daya saya sudah tidak kuat berjalan, semua terjadi begitu cepat tidak kurang dari satu jam kontraksi. Melihat kondisi saya seperti itu akhirnya bapak dan adik saya memutuskan memanggil bidan terdekat, ibuku memanggil perawat di sekitar rumah, putraku memanggil adik ibuku yang tinggal tidak jauh dari rumah. Yang tertinggal hanya berdua, aku dan suamiku.

Allahu Rabbi, inikah rencana-Mu yang telah kami tunggu. Perjanjian-Mu dengan bayi mungilku. Aku pasrah, Semua begitu cepat. Dengan kontraksi yang begitu kuat dan mengejan 3 kali, pembukaan sempurna. Allah mentakdirkan bayi mungilku lahir di hadapan ayahnya tanpa ada seorang pun menemani di iringi azan ashar yang berkumandang dan ucap syukur ku.

Tak lama perawat pertama datang, langsung mengambil alih bayi yang kondisi hampir kebiruan, perawat kedua datang tetapi tidak membawa peralatan yang dibutuhkan melainkan hanya stetoskop karena beliau pikir ibu atau bapak saya yang butuh pertolongan. Akhirnya, dia pulang untuk mengambil gunting untuk memotong ari-ari yang sudah disterilkan oleh suaminya. Tak lama perawat ketiga pun datang untuk membantu membersihkan bayi.

Setelah 3 perawat berkumpul, saya mengatakan bahwa ari-ari/plasenta masih di dalam. Apa yang terjadi, 3 perawat yang hadir tidak tahu bagaimana mengeluarkan ari-ari/plasenta dan alhasil di antara mereka mengatakan, “Bentar ya mba…saya cari info dulu di internet.” Tak lama, mereka pun mendapatkan caranya, dan akhirnya ari-ari bisa keluar setelah beberapa menit. Dengan cara mengelus pusar saya. Karena risiko yang cukup berbahaya jika plasenta tidak keluar, akan berakibat pendarahan bagi si ibu.

Bidan terdekat yang dijemput oleh bapak dan adik saya menolak datang, dengan alasan tidak mau mengambil risiko karena tidak melahirkan di tempat. Dalam hati saya, siapa yang mau melahirkan seperti ini. Tapi, inilah rahasia dan kuasa Illahi.

Dibersihkannya badan saya, bayi saya, kemudian kami pun berangkat ke tempat bidan yang biasa saya kontrol. Beliau kaget, Alhamdulillah semua dinyatakan sehat. Lahir dengan berat 3,7 kg panjang 50 cm tanpa jahitan. Dan ku beri nama “Azqiara Latifatul Queensha” dengan harapan menjadi putri yang terhormat yang memiliki hati yang lemah lembut dan sabar dalam menghadapi kondisi apapun.

Terima kasih suami terhebatku, yang tidak gemetar menghadapi kondisi istrinya yang penuh dengan darah dan cairan ketuban.

Terima kasih untuk 3 perawatku, karena keterbatasan kondisi tetap sigap dalam memberikan pertolongan. Semoga Allah senantiasa berikan keberkahan hidup dunia akhirat.

Terima kasih keluarga besarku, bapak, ibu, dan adikku yang siap dalam kondisi apapun mendampingiku.

Terima kasih keluarga besar SMAN 1 Cigombong dan SMK Wikrama Bogor yang telah mendoakan kelancaran proses persalinan yang telah kami lewati.

Sebaik-baiknya rencana kita, rencana Allah pasti lebih baik. Kita hanya perlu bersabar dan berdoa hingga Allah berikan takdir itu kepada kita. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar (Q.S : Al-Baqarah : 153)

Bogor, 30 Januari 2022 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...