Penulis: Ratih Eka Maryati, S.Si
Ratih Eka Maryati, S.Si
Oleh Ratih Eka
Maryati, S.Si
(Guru SMAN 1
Cigombong Kab. Bogor)
Memiliki buah hati
dari sebuah ikatan cinta yang suci nan agung adalah impian setiap orang. Kodrat
sebagai seorang wanita untuk menjadi seorang ibu dipertaruhkan. Ada dan
tiadanya suatu kehidupan dalam rahim seorang ibu adalah rahasia dan kuasa
Illahi. Kita sebagai manusia hanya bisa berdoa dan memohon yang terbaik atas
apa yang telah dikehendaki-Nya.
Banyak orang
mengatakan usia memasuki kepala empat adalah rawan untuk memiliki buah hati.
Tapi, berbekal keyakinan diri ketika Allah menghendaki itu semua, berarti saya
mampu akan melewatinya. Kita sebagai manusia hanya bisa menjaga sebaik-baiknya.
Singkat cerita Allah menitipkan buah hati di usia saya menjelang kepala empat
dengan perbedaan jarak yang cukup jauh dengan anak kedua saya yaitu sebelas
tahun. Lika-liku perjalanan sembilan bulan pun penuh dengan kenikmatan yang
Allah berikan.
Setiap kelahiran
seorang anak memiliki cerita tersendiri dan akan selalu membekas dalam ingatan
seorang ibu. Detik-detik perjuangan seorang ibu dalam mempertaruhkan nyawa
masih nampak jelas walaupun semuanya sudah berlalu. Terlebih atas kelahiran
putri ketigaku yang membawa keunikan dan cerita tersendiri.
Tepat 20 Januari
2022, HPL (hari perkiraan lahiran) ditetapkan. Segala persiapan telah
dilakukan, agar semua dalam kondisi baik-baik saja. Putri pertama saya lahir 9
bulan 8 hari tepat di hari ulang tahun suami saya, putra kedua saya lahir 9
bulan 4 hari tepat di Hari Kesaktian Pancasila. Berbekal keyakinan diri atas
takdir Illahi, pengalaman kedua anak saya, serta kondisi pengontrolan bidan dan
dokter yang baik-baik saja membuat rasa khawatir dan stress bisa dilalui dengan
baik.
Hari demi hari,
jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik semua begitu terasa setelah
HPL terlewati. Merasakan mules dan akhirnya hilang berlalu begitu saja.
Semuanya telah dirasakan, tapi waktu itu tak kunjung tiba. Keluarga, sahabat, dan
teman-teman yang begitu sayang semakin khawatir dengan kondisi saya. Mungkin
ada yang berpikiran kenapa sih ngga Caesar aja, kenapa harus normal, sudah
lewat HPL, apa ngga khawatir sama janinnya? Mungkin masih banyak
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Semuanya saya abaikan, saya yakin hari itu tiba.
Memiliki bidan
yang begitu sabar dan selalu menguatkan dalam melewati hari-hari menantikan
buah hati membuat saya yakin bahwa saya bisa melahirkan dengan normal. Teringat
cerita seorang sahabat yang melahirkan anak ketiganya di negeri Sakura, Jepang.
Beliau mengatakan bahwa Dokter di Jepang senang yang alamiah, seorang bayi akan
lahir pada waktunya tanpa perlu induksi jika kondisinya baik-baik saja. Jadi
banyak-banyaklah berdoa, hanya butuh kesabaran dan keikhlasan bahwa takdir itu
akan datang. Itu semua menambah motivasi dan keyakinan diri bahwa saya bisa
lahir normal
Pagi itu Sabtu, 29
Januari 2022 pukul 05.00 subuh tepat 9 bulan 9 hari, saya mencoba untuk
menghubungi putri sulungku yang sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren. Saya
meminta doanya, agar Allah berikan kemudahan dalam proses persalinan. Janji
mengikuti senam Yoga, dan berdiskusi tentang kehamilan membuat rasa stress dan
khawatir sedikit berkurang. Posisi dan kondisi janin yang sudah bagus tinggal
menunggu waktu masih butuh proses. Allahu Rabbi, perjanjian apa antara Engkau
dan Bayiku yang membuat aku harus bersabar menunggu.
Sabtu sore, jadwal
praktek kontrol dokter. Saya mencoba memutuskan untuk USG di suatu Rumah Sakit dengan
tujuan mengetahui kondisi cairan ketuban dan janin serta mengusir rasa
khawatir. Sebenarnya bidan saya menyarankan jangan dulu USG. Kalau sudah ke
rumah sakit pasti dokter akan langsung ambil tindakan caesar karena sudah lewat
HPL. Lagi-lagi rencana ini pun gagal, terkena aturan PPKM ganjil-genap yang
membuat mobil kami harus putar balik. Akhirnya kami pun pasrah untuk mencari
agenda kegiatan lain.
Minggu pagi yang
cerah, kontraksi pun makin kuat hingga datang flek, akhirnya kami memutuskan
untuk pergi ke bidan. Beliau mengatakan pembukaannya masih cukup jauh,
diprediksi malam. Akhirnya kami pun memutuskan pulang, tetapi tidak ke rumahku
melainkan ke rumah orang tua. Rasa mules itu tetap berjalan terus, dengan
intensitas yang lebih sering disertai flek, tapi hanya sekedar kontraksi palsu.
Selang beberapa jam,
kontraksi begitu kuat. Saya meminta anak saya memanggil ayahnya yang sedang
mempersiapkan kendaraan untuk membawa saya ke bidan. Tapi apa daya saya sudah
tidak kuat berjalan, semua terjadi begitu cepat tidak kurang dari satu jam
kontraksi. Melihat kondisi saya seperti itu akhirnya bapak dan adik saya memutuskan
memanggil bidan terdekat, ibuku memanggil perawat di sekitar rumah, putraku
memanggil adik ibuku yang tinggal tidak jauh dari rumah. Yang tertinggal hanya
berdua, aku dan suamiku.
Allahu Rabbi,
inikah rencana-Mu yang telah kami tunggu. Perjanjian-Mu dengan bayi mungilku. Aku
pasrah, Semua begitu cepat. Dengan kontraksi yang begitu kuat dan mengejan 3
kali, pembukaan sempurna. Allah mentakdirkan bayi mungilku lahir di hadapan
ayahnya tanpa ada seorang pun menemani di iringi azan ashar yang berkumandang
dan ucap syukur ku.
Tak lama perawat
pertama datang, langsung mengambil alih bayi yang kondisi hampir kebiruan,
perawat kedua datang tetapi tidak membawa peralatan yang dibutuhkan melainkan
hanya stetoskop karena beliau pikir ibu atau bapak saya yang butuh pertolongan.
Akhirnya, dia pulang untuk mengambil gunting untuk memotong ari-ari yang sudah
disterilkan oleh suaminya. Tak lama perawat ketiga pun datang untuk membantu
membersihkan bayi.
Setelah 3 perawat
berkumpul, saya mengatakan bahwa ari-ari/plasenta masih di dalam. Apa yang
terjadi, 3 perawat yang hadir tidak tahu bagaimana mengeluarkan ari-ari/plasenta
dan alhasil di antara mereka mengatakan, “Bentar ya mba…saya cari info dulu di internet.”
Tak lama, mereka pun mendapatkan caranya, dan akhirnya ari-ari bisa keluar setelah
beberapa menit. Dengan cara mengelus pusar saya. Karena risiko yang cukup
berbahaya jika plasenta tidak keluar, akan berakibat pendarahan bagi si ibu.
Bidan terdekat
yang dijemput oleh bapak dan adik saya menolak datang, dengan alasan tidak mau
mengambil risiko karena tidak melahirkan di tempat. Dalam hati saya, siapa yang
mau melahirkan seperti ini. Tapi, inilah rahasia dan kuasa Illahi.
Dibersihkannya
badan saya, bayi saya, kemudian kami pun berangkat ke tempat bidan yang biasa
saya kontrol. Beliau kaget, Alhamdulillah semua dinyatakan sehat. Lahir dengan
berat 3,7 kg panjang 50 cm tanpa jahitan. Dan ku beri nama “Azqiara Latifatul
Queensha” dengan harapan menjadi putri yang terhormat yang memiliki hati yang
lemah lembut dan sabar dalam menghadapi kondisi apapun.
Terima kasih suami
terhebatku, yang tidak gemetar menghadapi kondisi istrinya yang penuh dengan
darah dan cairan ketuban.
Terima kasih untuk
3 perawatku, karena keterbatasan kondisi tetap sigap dalam memberikan
pertolongan. Semoga Allah senantiasa berikan keberkahan hidup dunia akhirat.
Terima kasih
keluarga besarku, bapak, ibu, dan adikku yang siap dalam kondisi apapun
mendampingiku.
Terima kasih
keluarga besar SMAN 1 Cigombong dan SMK Wikrama Bogor yang telah mendoakan
kelancaran proses persalinan yang telah kami lewati.
Sebaik-baiknya
rencana kita, rencana Allah pasti lebih baik. Kita hanya perlu bersabar dan
berdoa hingga Allah berikan takdir itu kepada kita. Sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar (Q.S : Al-Baqarah : 153)
Bogor, 30 Januari
2022