HILANGNYA TRADISI "BELAH BAMBU" DI KCD3 MEMBUAT MARAH OKNUM KONTROL SOSIAL

Penlis: Tim AKSI Bekasi

Dibaca: 478 kali

Ilustrasi (net)

(PPKM ternodai, ada yang bergerombol di kantor yang lagi WFH)

Oleh Tim AKSI Bekasi

 

Mengapa pihak ketiga yang mengatasnamakan lembaga kontrol sosial merasa geram? Bahkan sangat memuncak kemarahannya sampai berani melabrak aturan PPKM dengan cara bergerombol menerobos pintu gerbang kantor. Konon mereka kecewa karena tradisi belah bambu sudah tidak ada lagi di KCD3. Yaitu suatu tradisi di mana "satu belahan diinjak, belahan lainnya diangkat". Saat tradisi itu dijunjung tinggi, maka oknum LSM merajalela. Mengapa? Karena tradisi itu menghembuskan angin sorga, berupa "Panen Hasil Tebar".

Mengacu pada video yang diupload oknum LSM, yang hari ini di-share ke beberapa sekolah & group WA. Tampak di video itu segerombolan manusia berperut buncit, masuk ke ruangan kantor KCD3  tanpa etika. Mereka yang diantaranya mengaku dari kelompok mahasiswa itu, berteriak tapi tidak lantang, karena sepi. Maklum karena sedang PPKM. 

Padahal kita semua memahami, jarang sekali perut mahasiswa bentuknya buncit seperti itu. Mereka yang pada buncit perutnya itu teriak-teriak tak beradab, setelah sebelumnya berorasi di depan kamera yang mereka bawa sendiri. Maskot acaranya berupa ritual memasang karangan bunga berwarna merah di halaman kantor.

Tampaknya ritual ini, meniru jejak kesuksesan saat mengadukan sekelompok sekolah SMA/SMK Kota Bekasi, ke Kejaksaan beberapa bulan sebelumnya. Sayangnya demo mereka kali ini, tanpa penonton karena sedang puncaknya PPKM. Mayoritas karyawan sedang WFH. Ruko sekitarnya pada tutup. Harapan satu-satunya adalah video yang mereka share di youtube bisa viral.

Sayangnya saat tulisan ini dibuat, diduga hanya ditonton oleh mereka sendiri. Dan segelintir orang luar yang memutar secara berulang karena suara video gak jelas. Jadi saat tulisan ini dibuat baru 117 penonton yang buka channel youtube itu. Padahal telah dishare ke berbagai sekolah oleh semua oknum tersebut.

Penulis menilai kemarahan mereka itu sangat wajar, karena hilangnya mata pencaharian (untuk isi perut). Yang dahulu dianggap punya ATM dan tambang emas. Ada yang mengatakan mereka itu "laksana berburu di kebun binatang" ketika digiring KCD untuk menemui sekolah. Mereka kini, marah karena tradisi yang telah dibangun sejak lama, kini dimusnahkan, oleh aturan ketat yang berlaku saat ini. Di antara aturan yang membuat mereka marah adalah:

1). Berita yang layak dihargai hanya yang memuat berita positif.

2). Setiap sekolah hanya boleh mengeluarkan anggaran untuk kontrol sosial sesuai anggaran publikasi dan anggaran sosialisasi yang direncanakan, tercantum di APBS.

3). KCD tidak lagi, mengikuti perintah oknum untuk menelfon para kepala sekolah agar negosiasi di belakang layar.

4). KCD tidak pernah lagi memberikan nomor HP/WA kepala sekolah ke para oknum di atas.

5). Setiap sekolah wajib memberikan informasi publik berupa bener. Dipasang di ruang tertentu untuk keterbukaan informasi publik.

5). Informasi digital wajib dilakukan. Sesuai aplikasi resmi dari pemerintahan, yang dapat dibuka oleh masyarakat umum.

Walaupun ada aturan di atas itu. Pernah LSM berinisial EWN mengirim WA mengatasnamakan KCD3 dan MKKS. Isinya atas dasar instruksi KCD dan MKKS, maka kami ingin bertemu bendahara dan kepala sekolah. Ketika jawaban surat yang mereka layangkan ingin dikirim, oknum tersebut malah kirim no rekening dengan angka permintaan yang nyata tertulis (screenshoot WA ada di penulis)

Pernah juga, ada masyarakat yang mengaku dari organisasi kontrol sosial, berkeliling ke sekolah membawa satu bundel lembaran kertas berisi angka-angka. Dan setiap nominal yang tertera informasinya sangat akurat, karena diambil dari aplikasi resmi pemerintah. Hal ini jadi bahan tertawaan. Sebab itu merupakan konsumsi publik yang tidak perlu dipertanyakan.

Singkat cerita "tradisi belah bambu" yang mereka bangun secara kokoh sejak dahulu. Yaitu menginjak satu belahan dan mengangkat belahan bambu sebelahnya tak lagi dilakukan di KCD3 saat ini. Semoga hal ini, bisa diikuti di KCD pada umumnya. Karena diduga pola seperti ini hampir seragam. Menjelekkan sekolah lain, mengangkat sekolah yang dikunjungi. Dengan menunjukkan tulisan di koran yang memajang berita kontras berhadapan. Jika tebusannya tidak sesuai permintaan (angka spektakuler), maka besoknya akan terbit berita miring di media yang berbeda. Begitulah seterusnya.

Jika dahulu, saat tradisi "belah bambu" di junjung tinggi oleh para pejabat. Tatkala ada beberapa sekolah dilaporkan ke aparat hukum oleh kelompok mereka. Maka sekolah tersebut dianggap pengelolaannya buruk. Kepala sekolahnya gak becus meninabobokan oknum  kontrol sosial. Sementara sekolah lain yang lepas dari bidikan oknum, terus dimanjakan sebagai contoh yang layak dianggap baik. Tentu saja alasannya karena berhasil bisa terlepas dari jeratan berita miring. Padahal di balik itu semua pengelola sekolah sangat paham betul, jadi sudah bukan rahasia lagi cara menanganinya.

Pada saat berkibarnya RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Kepala sekolah diberi amunisi berupa pelatihan tentang strategi menyusun SDIP (School Develooment Investment Plan). Dalam setiap penyusunannya selalu ada bimbingan berbagai hal termasuk masalah kontrol sosial. "Jika ada sekolah tamannya kumuh, dindingnya buram, maka dapat mencerminkan nilai manajemen di dalamnya amburadul, di antaranya karena rongronngan pihak luar". Begitulah konsep yang sering disosialisasikan. Konsep RSBI di atas, telah terbukti dari korban tradisi "belah bambu saat itu" sekolah yang terkuras pihak ke tiga akan tampak halaman sekolahnya kumuh, pagar & dinding sekolah tidak terawat. Sisa-sisa teori di RSBI ini, layak diduga masih relevan hingga saat ini. Dan bisa dibuktikan.

"Tradisi Belah Bambu" sudah umum dibangun oleh oknum LSM sejak puluhan tahun di Dinas Pendidikan manapun. Hanya bedanya pada sikap Dinas Pendidikan setempat. Yang akan mewarnai sikap manajerial di sekolah pimpinannya.

Ketika pemimpinnya terbawa arus, maka sekolah akan terkuras. Tenaga, pikiran, finansial, terkuras mengurusi oknum itu. Urusan sekolah jadi terabaikan karena sibuk berurusan dengan penegak hukum. Walau ujungnya sekolah mendapatkan SP3, tapi lelahnya luar biasa. Bermain di belakang layar adalah solusi termurah (pilihan pintu neraka).

Kota dan Kabupaten Bekasi, termasuk sempat terjerat permainan "tradisi belah bambu." Bahkan sejak zaman Orde Baru, tradisi ini begitu lengket. Bahkan ketika masih bernama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Pernah ada Kepala Dinas Pendidikan yang rutin menelefon kepala sekolah dengan kalimat populer "...tolong hadapi pokoknya saat pulang upayakan dia tersenyum!" Kalimat ini sudah nenjadi buah bibir di tingkat SD, SMP, SMA, SMK, SLB.

Bahkan ada yang berseloroh, setiap kepala sekolah bersalaman, keluar kata "Pokoknya saat dia pulang usahakan tersenyum, ha ha ha...!" dan di akhir suara, tampak muka para pengelola sekolah, memerah, bahkan membiru.

Kini tradisi "belah bambu" ciptaan para oknum itu, pohonnya mulai condong seolah akan roboh. Dengan karangan bunga, dan video youtube yang mereka share adalah upaya oknum mendirikan kembali tradisi itu. Namun sejak KCD3 dijabat Dr. Asep Sudarsono, sekolah mulai punya nyali. Tulisan dilawan tulisan, video dilawan video, youtube dilawan youtube, medsos dilawan medsos. (DN)

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...