Penlis: Tim AKSI Bekasi
Ilustrasi (net)
(PPKM
ternodai, ada yang bergerombol di kantor yang lagi WFH)
Oleh Tim
AKSI Bekasi
Mengapa
pihak ketiga yang mengatasnamakan lembaga kontrol sosial merasa geram? Bahkan sangat
memuncak kemarahannya sampai berani melabrak aturan PPKM dengan cara
bergerombol menerobos pintu gerbang kantor. Konon mereka kecewa karena tradisi
belah bambu sudah tidak ada lagi di KCD3. Yaitu suatu tradisi di mana "satu
belahan diinjak, belahan lainnya diangkat". Saat tradisi itu dijunjung
tinggi, maka oknum LSM merajalela. Mengapa? Karena tradisi itu menghembuskan
angin sorga, berupa "Panen Hasil Tebar".
Mengacu
pada video yang diupload oknum LSM, yang hari ini di-share ke beberapa sekolah
& group WA. Tampak di video itu segerombolan manusia berperut buncit, masuk
ke ruangan kantor KCD3 tanpa etika.
Mereka yang diantaranya mengaku dari kelompok mahasiswa itu, berteriak tapi
tidak lantang, karena sepi. Maklum karena sedang PPKM.
Padahal
kita semua memahami, jarang sekali perut mahasiswa bentuknya buncit seperti
itu. Mereka yang pada buncit perutnya itu teriak-teriak tak beradab, setelah
sebelumnya berorasi di depan kamera yang mereka bawa sendiri. Maskot acaranya
berupa ritual memasang karangan bunga berwarna merah di halaman kantor.
Tampaknya
ritual ini, meniru jejak kesuksesan saat mengadukan sekelompok sekolah SMA/SMK
Kota Bekasi, ke Kejaksaan beberapa bulan sebelumnya. Sayangnya demo mereka kali
ini, tanpa penonton karena sedang puncaknya PPKM. Mayoritas karyawan sedang
WFH. Ruko sekitarnya pada tutup. Harapan satu-satunya adalah video yang mereka
share di youtube bisa viral.
Sayangnya
saat tulisan ini dibuat, diduga hanya ditonton oleh mereka sendiri. Dan
segelintir orang luar yang memutar secara berulang karena suara video gak
jelas. Jadi saat tulisan ini dibuat baru 117 penonton yang buka channel youtube
itu. Padahal telah dishare ke berbagai sekolah oleh semua oknum tersebut.
Penulis
menilai kemarahan mereka itu sangat wajar, karena hilangnya mata pencaharian
(untuk isi perut). Yang dahulu dianggap punya ATM dan tambang emas. Ada yang
mengatakan mereka itu "laksana berburu di kebun binatang" ketika
digiring KCD untuk menemui sekolah. Mereka kini, marah karena tradisi yang
telah dibangun sejak lama, kini dimusnahkan, oleh aturan ketat yang berlaku
saat ini. Di antara aturan yang membuat mereka marah adalah:
1).
Berita yang layak dihargai hanya yang memuat berita positif.
2).
Setiap sekolah hanya boleh mengeluarkan anggaran untuk kontrol sosial sesuai
anggaran publikasi dan anggaran sosialisasi yang direncanakan, tercantum di
APBS.
3). KCD
tidak lagi, mengikuti perintah oknum untuk menelfon para kepala sekolah agar
negosiasi di belakang layar.
4). KCD
tidak pernah lagi memberikan nomor HP/WA kepala sekolah ke para oknum di atas.
5).
Setiap sekolah wajib memberikan informasi publik berupa bener. Dipasang di
ruang tertentu untuk keterbukaan informasi publik.
5).
Informasi digital wajib dilakukan. Sesuai aplikasi resmi dari pemerintahan,
yang dapat dibuka oleh masyarakat umum.
Walaupun
ada aturan di atas itu. Pernah LSM berinisial EWN mengirim WA mengatasnamakan
KCD3 dan MKKS. Isinya atas dasar instruksi KCD dan MKKS, maka kami ingin
bertemu bendahara dan kepala sekolah. Ketika jawaban surat yang mereka
layangkan ingin dikirim, oknum tersebut malah kirim no rekening dengan angka
permintaan yang nyata tertulis (screenshoot WA ada di penulis)
Pernah
juga, ada masyarakat yang mengaku dari organisasi kontrol sosial, berkeliling
ke sekolah membawa satu bundel lembaran kertas berisi angka-angka. Dan setiap
nominal yang tertera informasinya sangat akurat, karena diambil dari aplikasi
resmi pemerintah. Hal ini jadi bahan tertawaan. Sebab itu merupakan konsumsi
publik yang tidak perlu dipertanyakan.
Singkat
cerita "tradisi belah bambu" yang mereka bangun secara kokoh sejak
dahulu. Yaitu menginjak satu belahan dan mengangkat belahan bambu sebelahnya
tak lagi dilakukan di KCD3 saat ini. Semoga hal ini, bisa diikuti di KCD pada
umumnya. Karena diduga pola seperti ini hampir seragam. Menjelekkan sekolah
lain, mengangkat sekolah yang dikunjungi. Dengan menunjukkan tulisan di koran
yang memajang berita kontras berhadapan. Jika tebusannya tidak sesuai
permintaan (angka spektakuler), maka besoknya akan terbit berita miring di
media yang berbeda. Begitulah seterusnya.
Jika
dahulu, saat tradisi "belah bambu" di junjung tinggi oleh para
pejabat. Tatkala ada beberapa sekolah dilaporkan ke aparat hukum oleh kelompok
mereka. Maka sekolah tersebut dianggap pengelolaannya buruk. Kepala sekolahnya
gak becus meninabobokan oknum kontrol
sosial. Sementara sekolah lain yang lepas dari bidikan oknum, terus dimanjakan
sebagai contoh yang layak dianggap baik. Tentu saja alasannya karena berhasil
bisa terlepas dari jeratan berita miring. Padahal di balik itu semua pengelola
sekolah sangat paham betul, jadi sudah bukan rahasia lagi cara menanganinya.
Pada
saat berkibarnya RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Kepala sekolah
diberi amunisi berupa pelatihan tentang strategi menyusun SDIP (School
Develooment Investment Plan). Dalam setiap penyusunannya selalu ada bimbingan
berbagai hal termasuk masalah kontrol sosial. "Jika ada sekolah tamannya kumuh,
dindingnya buram, maka dapat mencerminkan nilai manajemen di dalamnya amburadul,
di antaranya karena rongronngan pihak luar". Begitulah konsep yang sering
disosialisasikan. Konsep RSBI di atas, telah terbukti dari korban tradisi
"belah bambu saat itu" sekolah yang terkuras pihak ke tiga akan
tampak halaman sekolahnya kumuh, pagar & dinding sekolah tidak terawat. Sisa-sisa
teori di RSBI ini, layak diduga masih relevan hingga saat ini. Dan bisa
dibuktikan.
"Tradisi
Belah Bambu" sudah umum dibangun oleh oknum LSM sejak puluhan tahun di
Dinas Pendidikan manapun. Hanya bedanya pada sikap Dinas Pendidikan setempat.
Yang akan mewarnai sikap manajerial di sekolah pimpinannya.
Ketika
pemimpinnya terbawa arus, maka sekolah akan terkuras. Tenaga, pikiran, finansial,
terkuras mengurusi oknum itu. Urusan sekolah jadi terabaikan karena sibuk
berurusan dengan penegak hukum. Walau ujungnya sekolah mendapatkan SP3, tapi
lelahnya luar biasa. Bermain di belakang layar adalah solusi termurah (pilihan
pintu neraka).
Kota
dan Kabupaten Bekasi, termasuk sempat terjerat permainan "tradisi belah
bambu." Bahkan sejak zaman Orde Baru, tradisi ini begitu lengket. Bahkan
ketika masih bernama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Pernah ada Kepala Dinas
Pendidikan yang rutin menelefon kepala sekolah dengan kalimat populer
"...tolong hadapi pokoknya saat pulang upayakan dia tersenyum!"
Kalimat ini sudah nenjadi buah bibir di tingkat SD, SMP, SMA, SMK, SLB.
Bahkan
ada yang berseloroh, setiap kepala sekolah bersalaman, keluar kata
"Pokoknya saat dia pulang usahakan tersenyum, ha ha ha...!" dan di akhir
suara, tampak muka para pengelola sekolah, memerah, bahkan membiru.
Kini
tradisi "belah bambu" ciptaan para oknum itu, pohonnya mulai condong
seolah akan roboh. Dengan karangan bunga, dan video youtube yang mereka share
adalah upaya oknum mendirikan kembali tradisi itu. Namun sejak KCD3 dijabat Dr.
Asep Sudarsono, sekolah mulai punya nyali. Tulisan dilawan tulisan, video
dilawan video, youtube dilawan youtube, medsos dilawan medsos. (DN)