Penulis: Ferdinal
Riset Kolaborasi Indonesia 2022
Oleh Ferdinal
(Dosen Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Andalas)
Malang, 8
September 2022
“Menurut seorang
peneliti gua dari Perancis, Gua Lowo adalah gua terpanjang di Asia Tenggara
dengan semua keunikan di dalamnya. Gua ini membutuhkan aksi nyata banyak pihak
untuk dapat melestarikan, mengembangkan dan mempromosikan gua ini ke masyarakat
nasional dan internasional,” ungkap Bapak
Jati Mustiko, Camat Watulimo, Trenggalek, Jawa Timur.
Warisan alam ini
merupakan modal besar bagi masyarakat sekitar dalam mengembangkan pariwisata
daerah serta menjadi sumber penghasilan masyarakat jika dikelola dan
dikembangkan dengan baik dan bertanggung jawab. Gua ini menjadi salah satu
andalan Kabupaten Trenggalek dalam menarik wisatawan lokal, nasional maupun
internasional untuk datang berkunjung ke kabupaten di pantai selatan pulau jawa
ini.
Menurut petugas
Gua Lowo, sebelum pandemi, sekitar 600 orang datang mengunjungi gua ini setiap
akhir pekan dan setengahnya pada hari-hari biasa. Setelah ditutup untuk umum
ketika pandemi Covid-19 marak, gua ini kembali dibuka. Pandemi berpengaruh
besar dalam mengurangi aktifitas masyarakat. Sekarang pada akhir minggu hanya
ada sekitar 300 ratusan pengunjung.
Sejauh ini, Gua
Lowo masih dijadikan destinasi wisata alam. Gua ini dikembangkan sebagai tujuan
wisata bagi mereka yang ingin melihat wajah gua dari luar dan dalam. Dengan
keunikan dan keindahannya pengunjung bisa menikmati sambil mengambil foto
sebagai kenangan.
Belum banyak pihak
yang berkompeten melakukan upaya maksimal dalam pengembangan gua ini secara
lebih luas sebagai lokasi penelitian dan pembelajaran. Dengan keindahan
bebatuan, bentuk dan keragaman ruang yang ada dalam gua maupun bebatuan yang
ada di sekitar gua ini bisa menjadi bahan kajian bagi mereka yang tertarik
dengan bidang fisika, biologi, kimia, termasuk kebudayaan yang mewarnai
keberadaan gua ini.
Sebuah tim Riset
Kolaborasi Indonesia (RKI) yang terdiri dari Dr. Hamdi, M. Si (Universitas
Negeri Padang) , Dr. Siti Zulaikah, M. Si (Universitas Negeri Malang), Drs.
Ferdinal, MA, PhD (Universitas Andalas), dan Dr. Dini Fitriani, M. Si
(Universitas Padjajaran) adalah salah satu tim riset yang berupaya melakukan
terobosan ini. Mereka mengamati, meneliti dan memperkenalkan gua sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Keberadaan destinasi alam seperti gua tidak hanya difungsikan
sebagai tujuan wisata alam semata, tapi juga bisa dikembangkan menjadi pusat
ilmu pengetahuan.
Banyak sekali pengetahuan yang bisa dipelajari dari gua ini, mulai dari jenis bebatuan, magnet bumi, guano, sedimen, sampai kepada sastra dan budaya yang ada di sekitar, seperti batu kura-kura yang ada di depan pintu gua. Konon, kura-kura ini, menurut penduduk sekitar, berkenaan dengan cerita binatang penunggu dan pelindung gua bagi yang bermaksud mengganggu gua ini.
Tim dalam salah
satu sudut Gua Lowo (Dokumentasi Ferdinal)
“Selama pandemi
Covid-19 marak di Indonesia dan pemerintah menerapkan larangan bagi masyarakat
untuk berkumpul, Gua Lowo ditutup untuk umum,” ungkap Bapak Jati Mustiko.
Pemerintah Trenggalek menindaklanjuti seruan pemerintah ini untuk menurunkan
resiko penyebaran penyakit ini. “Sekarang, Gua Lowo kembali dibuka untuk umum
dengan memperhatikan protokol kesehatan selama berkunjung,” lanjut dia.
Kehidupan
pariwisata di daerah ini perlu digeliatkan kembali. Gua yang sudah menghidupi
sebagian anggota masyarakat sekitar mulai pandemi Covid-19 sampai sekarang
merasakan kehidupan yang sulit karena tidak adanya pengunjung yang datang.
Sarana prasarana yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah tidak
berfungsi.
Sarana seperti
musholla, toilet, arena bermain, lapak pedagang, kedai dan lain sebagainya
terlihat sepi dan ditinggalkan. Lapak pedagang yang berjejer di jalan menuju
gua tampak terbengkalai. Pada hari kerja kawasan gua ini terlihat sepi.
Kehidupan wisata baru terlihat pada akhir pekan.
“Destinasi wisata
Gua Lowo dikelola oleh pemerintah daerah. Setiap wisatawan yang datang
berkunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp 10.000 untuk dewasa, dan Rp 3.000
untuk anak-anak. Biaya parkir dikenakan
untuk setiap kendaraan yang di parkir di depan pintu masuk gua, bus Rp 10.000,
mobil Rp 5.000, dan sepeda motor Rp 2.000,” ulas Pak Suprapto, pegawai yang
ditugaskan di gua ini.
Pemerintah
Trenggalek sudah berupaya untuk mengembangkan gua ini menjadi sebuah destinasi
wisata yang memenuhi sarat sebagai sebuah tujuan wisata standar. Semua hal yang dibutuhkan pengunjung
diupayakan ada seperti penginapan, kuliner, transportasi serta sarana dan
prasarana lainnya. Namun, hal lain yang masih kurang adalah cindera mata yang
bisa dijual kepada pendatang.
“Pengunjung bisa
menemukan gua dengan segala keunikan dan keindahan untuk dilihat, makanan dan
minuman untuk dinikmati, dan momen khusus untuk dikenang. Namun pengunjung masih
belum bisa menemukan oleh-oleh yang akan dibawa pulang selesai berwisata ke Gua
Lowo,” ungkap Pak Lurah Watuagung. Oleh-oleh sangat penting dalam membuat
kenangan bagi pengunjung dan mengingatkan mereka untuk mempromosikan dan
kembali berkunjung di lain waktu.
Pintu masuk Gua
Lowo, Trenggalek (Dokumentasi Ferdinal)
Gua Lowo memiliki ruang-ruang yang relatif luas. Pengelola sudah membuat jalan permanen, lengkap dengan lampu dan pengaman mulai dari pintu gua sampai kedalaman 600m. Sejauh ini pengunjung bisa menikmati anak sungai, bebatuan di sebelah kiri dan kanan serta apa yang ada di langit-langit gua. Jalan ini berakhir di salah satu sudut gua di mana pengunjung bisa melihat cahaya matahari yang muncul dari lobang atas gua. Setelah sudut ini, pengunjung harus melewati sebuah lorong untuk bisa terus menikmati gua ini tanpa jalan khusus. Bagi pengunjung yang ingin terus menelusuri gua ini harus melewati sebuah aliran air dengan menggunakan peralatan yang cukup dan memadai untuk bisa menelusuri gua ini sampai titik di mana mereka bisa capai. Dari peneliti Perancis yang datang mempelajari gua ini, pengelola mendapatkan informasi bahwa gua ini sangat panjang dan sampai saat ini belum ada penelusur yang berhasil sampai di pintu terakhir gua.
Aula alam gua
Lowo, Trenggalek (Dokumentasi Ferdinal)
Adakah pengamat,
peneliti, wisatawan dan pecinta alam yang ingin menaklukkan gua ini? “Kami siap
melayani mereka,” ungkap camat Watulimo dan timnya. Selamat berwisata ke Gua Lowo.