Rumah Puisi dan Aktivitas Sastra

Penulis: Ferdinal

Dibaca: 90 kali

Ferdinal

Oleh Ferdinal*

*Civitas Academica Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang

Padang, 21/1/2023

Sumber: nusaku.id

Goral (2011) berpendapat bahwa selain daerah urban, kota kecil, nagari dan kampung mulai memanfaatkan warisan budaya dalam meningkatkan kegiatan ekonomi daerah serta melestarikan budaya. Daerah-daerah ini perlu mempromosikan warisan budaya serta membuatnya  menarik dan unik sehingga dibutuhkan dan diinginkan oleh wisatawan baik lokal, nasional dan bahkan internasional. Salah satu sarana untuk memperkenalkan warisan ini adalah museum.    

Museum perlu menjadi pusat pembangunan identitas budaya dan penyedia sarana promosi wisata secara internal dan eksternal. Pihak berwenang dalam pengelolaan museum tentunya sangat berperan dalam membuat, membina dan mempertahankan hubungan antara museum, masyarakat dan pariwisata.

Rumah Puisi Taufiq Ismail merupakan satu rumah sastra yang berkembang di Indonesia yang juga berfungsi sebagai museum. Rumah puisi yang dibangun dan didanai oleh Taufiq Ismail ini berperan sebagai perekat sosial dan identitas budaya Indonesia, khususnya Sumatra Barat. Rumah ini menjadi sarana sastra bagi pengunjungnya semenjak didirikan dan menawarkan sejumlah kegiatan sastra dalam rangka pewarisan budaya.

Rumah Puisi yang berlokasi di Aie Angek, Tanah Datar, Sumatra Barat menyediakan wisata pendidikan bagi pengunjung dan mewarnai kehidupan wisata di Indonesia. Wisata ini terus bertransformasi dan berkembang dengan baik secara berkelanjutan sesuai tuntutan zaman dan harapan masyarakat.

Rumah puisi ini, langsung atau tidak langsung, menjawab kebijakan pemerintah Indonesia tentang pengembangan potensi wisata Indonesia. Beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2018, Menteri Pariwisata Indonesia menetapkan tahun 2018 sebagai Visit Wonderful Indonesia Year (ViWI 2018) mengusung 18 daerah tujuan wisata utama yang telah memenuhi syarat  aksesibilitas, fasilitas dan daya tarik, diantaranya Danau Toba, Padang, Palembang, Kepulauan Riau, Belitung, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bromo Tengger, Jember, Banyuwangi, Bali, Lombok, Labuan Bajo, Makassar (Wakatobi), Manado (Bunaken) dan Raja Ampat (IndiTourist, 2018).

Di samping tujuan wisata utama diatas, wisata budaya juga perlu dikembangkan. Destinasi wisata alam dan budaya seperti Tana Toraja, Kampong Naga di Jawa Barat, Candi Borobudur, Situs Manusia Purba Sangiran, Candi Prambanan, Taman Nasional Komodo, Masjid Agung Demak, Situs Arkeologi Trowulan, Pura Besakih, dan Ubud adalah destinasi budaya unggulan. Sejumlah destinasi budaya sudah lahir dari tangan mereka yang peduli dengan kebudayaan Indonesia dalam beberapa bentuk, termasuk museum, seperti Museum Kata Andrea Hirata dan Rumah Puisi Taufiq Ismail. Figur-figur yang berkiprah dalam aktifitas seperti ini sangat ditunggu.

Didampingi dan didukung oleh pemerintah, aktivitas mereka sangat ditunggu untuk mengembangkan dan melahirkanrumah-rumah sastra dan taman budaya baik secara individu, grup atau pemerintah (pusat atau daerah). Pecinta sastra sangat menanti kiprah pesohor sastra negeri ini dalam mengembangkan sarana-sarana sastra ini dan melahirkan pusat-pusat pewarisan sastra baru diseluruh negeri, termasuk yang mengkhususkan diri pada meseum dan perpustakaan. Taufiq Ismail dengan rumah puisi nya adalah salah satunya. Rumah ini berfungsi tidak hanya sebagai ikon sastra tapi juga sebagai sarana pewarisan budaya, pengembangan ekonomi, dan penguatan spiritual masyarakat.  

Rumah Puisi ini dibangun di jalan raya Padang - Bukittinggi, persis nya di Aie Angek, Tanah Datar, Sumatra Barat. Penduduk Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah penduduk mencapai 336.000 orang dapat berbangga hati dengan keberadaan rumah puisi ini. Sebagai salah satu pusat kebudayaan di Sumatra Barat, rumah ini memberikan pendidikan dan pengayaan pengetahuan sastra kepada masyarakat dan melahirkan penggiat sastra kelak. Rumah puisi ini didirikan di atas lahan sekitar 2 hektar dan menyimpan sejumlah koleksi terkait kebudayaan, kesusasteraan dan bahasa yang diharapkan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat seluas-luasnya.

Rumah Puisi Taufiq Ismail mempunyai beberapa fungsi sosial budaya. Pertama, secara sosial, rumah puisi ini dijadikan sarana untuk berkomunikasi serta memperoleh ilmu pengetahuan, khususnya tentang pendidikan dan sastra (Fatma dkk, 2016). Dua, rumah ini menjadi wadah bagi sebagian pecinta sastra untuk memperluas wawasan kesusasteraan, memperkaya wawasan keilmuan, dan menambah ilmu dan kemampuan berbahasa. Di rumah puisi ini, pengunjung bisa mendalami seluk-beluk sastra, mengikuti ceramah, membaca dan menulis karya sastra seperti prosa dan puisi, dan lain-lain

(Sumber: Ferdinal)

Sebagai pusat pewarisan sastra di Sumatra Barat, rumah ini oleh Taufiq Ismail difungsikan sebagai pustaka, tempat pelatihan dan museum sastra bagi guru dan pembelajar bahasa dan sastra Indonesia. Di rumah ini wisatawan bisa belajar, membaca buku, belajar menulis, dan berbagi pengetahuan tentang sastra, dan mempertajam pemahaman tentang kebudayaan.      

Salah satu program menarik yang disediakan rumah puisi ini adalah pembelajaran bagi siswa sekitar. Bagi Taufiq Ismail, belajar (membaca) itu sangat penting bagi individu dan bangsa. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang rakyatnya banyak membaca, termasuk membaca sastra. Terkait hal tersebut, Taufiq Ismail di ruang depan rumah ini memajang daftar dari sejumlah negara yang rakyatnya membaca buku sastra wajib. Dalam menjawab tantangan di mana Indonesia muncul pada baris terakhir dengan nol buku, dia melahirkan program membaca ini bagi anak-anak di sekitar rumah ini. Bagi dia, peserta didik perlu pandai membaca, menulis dan berbicara.

Pada program lain, pelajar-pengunjung diajarkan bagaimana menyampaikan inti bacaan  dan menceritakan kembali cerita yang dibaca kepada orang lain. Dengan berbicara, pembelajar bisa berkreasi, berimajinasi dan menguasai banyak kosa kata. Mereka yang berimajinasi dan memiliki kosa kata yang banyak akan dapat mengungkapkan ide dan pikiran mereka.  Seseorang yang menguasai sebuah kisah dan menceritakannya kembali dengan baik membutuhkan olahan kemampuan agar bisa memberikan yang terbaik kepada pendengarnya.

Berbicara di depan umum adalah pengalaman baru bagi sebagian peserta, khususnya pelajar-pengunjung. Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri. Disamping itu, studio ini juga menawarkan beberapa aktifitas sastra lainnya yang bertujuan untuk menumbuhkan minat sastra dan memotivasi peserta untuk berkreatifitas melalui bahasa. 

Rumah Puisi ini merupakan wujud fisik pengabdian penyair ini kepada masyarakat Indonesia. Semenjak tahun 2008, rumah ini membina sejumlah peserta tetap, khususnya anak-anak sekolah yang tinggal di sekitar destinasi ini, dan siswa-siswa yang datang dari daerah lain secara berkelompok, dan pengunjung yang tinggal di sekitar tempat ini. Pengunjung datang untuk belajar, diskusi, menulis karya, mengikuti kegiatan sastra, mendengarkan wejangan dari praktisi sastra, sastrawan dan juga guru yang dihadirkan oleh pengelola rumah puisi ini. Narasumber ini berasal dari dalam dan luar negeri.

Rumah ini juga memamerkan rangkaian kata-kata bijak dan penggalan puisi dari sejumlah penyair, di dalam dan luar rumah, buku-buku sastra, dan sejumlah artefak milik keluarga Taufiq Ismail.  Studio ini juga mewadahi pertemuan dengan sejumlah pembicara sastra, termasuk pesohor sastra di Indonesia untuk berbagi ilmu dengan masyarakat. Kelompok masyarakat tertentu di Sumatra Barat, khususnya institusi pendidikan, juga bisa mengajukan usulan kepada rumah ini untuk memberikan pembelajaran khusus atau pelatihan sastra berdasarkan kesepakatan dengan pengelola. 

Rumah Puisi ini menyumbangkan wisata alternatif bagi masyarakat Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan tempat istirahat, destinasi ini menyediakan 8 kamar untuk para pengunjung. Disebelahnya, ada Rumah Budaya Fadli Zon dengan Aie Angek Cottage, yang menyediakan hunian bagi individu dan keluarga yang ingin bermalam, dengan 22 kamar menghadap Gunung Marapi, Singgalang dan Tandikek. 

Rumah puisi ini mengelola beberapa program wisata dengan melibatkan wisatawan yang datang, menyediakan bisnis pendukung dan melahirkan produk wisata. Pengelolanya memainkan peran penting dalam pembinaan dan pengembangan diri anggota masyarakat, khususnya siswa-siswa sekolah yang secara reguler belajar Al Quran, mempelajari sastra, membahas sastra dan berlatih menulis.

Di akhir pekan dan hari Jumat, wisatawan yang datang berkelompok bisa memesan tempat terlebih dahulu baik secara lisan atau tulisan untuk melakukan aktifitas pendidikan di rumah ini. Program berupa kuliah, diskusi atau pelatihan bisa dilaksanakan di rumah ini. Pengunjung boleh mengusulkan kepada pengelola rumah ini untuk menyediakan pembicara untuk mereka atau mereka mendatangkannya sendiri.

Rencana pembangunan dan pengembangan rumah ini semuanya ditentukan oleh tim manajemen yang bermaksud untuk mengembangkan kebudayaan dengan baik. Walaupun wisata ini bersifat non-komersial, partisipasi masyarakat serta dukungan pemangku kepentingan wisata setempatsangat dibutuhkan. Wisata ini tentunya dapat berfungsi sebagai pusat penelitian, kegiatan sastra, pendidikan, dan implementasi warisan budaya bagi masyarakat.     

Belajar dari kota-kota bersejarah yang pariwisata nya sudah berkembang baik, Rumah puisi ini dapat menoleh kembali dasar-dasar manajemen destinasi, yang berkonsentrasi pada inventarisasi barang budaya, penentuan potensi budaya yang layak dikembangkan, pelestarian dan rekonstruksi barang-barang yang bernilai wisata budaya, pewarisan budaya bagi penduduk, dan pengembangan wisata.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...