"Ode untuk Taman Ismail Marzuki": Riri Satria Mengapresiasi Seni dan Kemanusiaan di Jantung Jakarta

Penulis: Erna Winarsih Wiyono

Dibaca: 42 kali

Riri Satria

Di tengah denyut Jakarta yang tak pernah surut, Taman Ismail Marzuki (TIM) hadir sebagai pusat budaya dan wadah ekspresi yang berharga.

Sebagai wujud apresiasi terhadap peran penting TIM, Riri Satria seorang pengamat ekonomi digital, konsultan senior, sekaligus pegiat sastra dan budaya, menghadirkan karya puitis berjudul "Ode untuk Taman Ismail Marzuki."

Puisi tersebut dibacakan pada acara Pentas Seni dan Budaya Reguler bagi Masyarakat: Kongkow Bareng Jaga Jakarta, dalam rangka Peringatan dan Perayaan HUT Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Minggu (9/11/2025).

Puisi ini bukan hanya luapan kekaguman, melainkan juga perenungan tentang arti seni, kebebasan, dan kemanusiaan dalam kehidupan kota.

Riri Satria melukiskan TIM sebagai tempat yang memuaskan dahaga jiwa akan estetika, di mana manusia dapat menemukan kembali jati dirinya.

TIM bukan sekadar arena pertunjukan dan pameran, melainkan ekosistem yang merangkul pencari, pemimpi, pelaku, dan penikmat seni.

Berikut puisi karya Riri Satria: 

Ode untuk Taman Ismail Marzuki

Karya: Riri Satria 

Di tengah hiruk pikuk Jakarta,

Engkau hadir, sebuah oasis yang nyata!

Bagi jiwa yang dahaga estetika,

Engkau mercusuar, tempat insan bermakna.

 

Di sana, lampu panggung gemerlap,

Membuka kisah dari kata yang terucap,

Nada yang mengalun, tangan yang mendekap,

Cinta pada seni, hati yang berdebar mantap.

 

Di galeri, lukisan membisu menatap,

Planetarium putar langit, manusia terungkap,

Kecil namun penuh imajinasi yang lengkap,

Di perpustakaan, buku berbisik, peradaban terungkap.

 

Lorong-lorongmu saksi bisu tari dan lagu,

Langkah tak lelah, musik tradisi berpadu,

Masa lalu dan masa depan bersatu,

Dalam ruang waktu berhenti, keindahan menyatu.

 

Engkau ekosistem hidup, denyut nadi bersemi,

Rumah pencari, pemimpi, pelaku seni,

Setiap karya adalah doa yang terpatri,

Saksi bisu peradaban, kemanusiaan sejati.

 

Di ulang tahunmu, syukur kami panjatkan,

Kagum dan harapan tak pernah pudar,

Panggungmu bersinar di malam Jakarta nan lebat,

Lorongmu inspirasi, cerita tersimpan erat.

 

Teruslah menyala, taman yang dirindu,

Jaga seni, estetika, dan keindahan kalbu,

Saksi peradaban, mercusuar yang terpaku,

Di sini mimpi bersemi, insan bersatu.

 

Kepadamu kukatakan, rindu kebebasan sejati,

Bukan sekadar kata, gerak, atau warna berleti,

Napas yang melompat tanpa henti,

Tanpa belenggu, imajinasi menari.

 

Rindu panggung yang hidup dan berdebar,

Bersama jantung manusia yang berkibar,

Kata jadi senjata, warna jadi sabar,

Gerak jadi peradaban yang bersinar.

 

Di sana, setiap gerak adalah perubahan,

Nada adalah suara hati, tuntut keadilan,

Tarian adalah deklarasi kemanusiaan,

Imajinasi liar jadi bintang penuntun zaman.

 

Biarlah kebebasan berekspresi jadi jembatan,

Panggung seni jadi medan peradaban,

Dalam keberanian, keindahan, kemanusiaan,

Temukan diri, dalam setiap bagian.

 

(November 2025)

 

Dalam puisinya, Riri Satria berharap TIM terus bersinar di tengah Jakarta, menjadi ilham bagi setiap insan yang hadir. 

Ia mengajak kita terus melestarikan seni, estetika, dan keindahan, serta menjadikan TIM saksi peradaban dan penuntun kemanusiaan.

Penulis: Erna Winarsih Wiyono

Writer, Visual Artist, Visual Art Educator & Indonesian Contemporary Dancer.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...