Penulis: Erna Winarsih Wiyono

Riri Satria
Di tengah denyut Jakarta yang tak pernah surut, Taman Ismail Marzuki (TIM) hadir sebagai pusat budaya dan wadah ekspresi yang berharga.
Sebagai wujud apresiasi terhadap peran penting TIM,
Riri Satria seorang pengamat ekonomi digital, konsultan senior, sekaligus
pegiat sastra dan budaya, menghadirkan karya puitis berjudul "Ode untuk
Taman Ismail Marzuki."
Puisi tersebut dibacakan pada acara Pentas Seni dan
Budaya Reguler bagi Masyarakat: Kongkow Bareng Jaga Jakarta, dalam rangka
Peringatan dan Perayaan HUT Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Minggu
(9/11/2025).
Puisi ini bukan hanya luapan kekaguman, melainkan juga
perenungan tentang arti seni, kebebasan, dan kemanusiaan dalam kehidupan kota.
Riri Satria melukiskan TIM sebagai tempat yang
memuaskan dahaga jiwa akan estetika, di mana manusia dapat menemukan kembali
jati dirinya.
TIM bukan sekadar arena pertunjukan dan pameran,
melainkan ekosistem yang merangkul pencari, pemimpi, pelaku, dan penikmat seni.
Berikut puisi karya Riri Satria:
Ode untuk Taman Ismail Marzuki
Karya: Riri Satria
Di tengah hiruk
pikuk Jakarta,
Engkau hadir,
sebuah oasis yang nyata!
Bagi jiwa yang
dahaga estetika,
Engkau mercusuar,
tempat insan bermakna.
Di sana, lampu
panggung gemerlap,
Membuka kisah dari
kata yang terucap,
Nada yang
mengalun, tangan yang mendekap,
Cinta pada seni,
hati yang berdebar mantap.
Di galeri, lukisan
membisu menatap,
Planetarium putar
langit, manusia terungkap,
Kecil namun penuh
imajinasi yang lengkap,
Di perpustakaan,
buku berbisik, peradaban terungkap.
Lorong-lorongmu
saksi bisu tari dan lagu,
Langkah tak lelah,
musik tradisi berpadu,
Masa lalu dan masa
depan bersatu,
Dalam ruang waktu
berhenti, keindahan menyatu.
Engkau ekosistem
hidup, denyut nadi bersemi,
Rumah pencari,
pemimpi, pelaku seni,
Setiap karya
adalah doa yang terpatri,
Saksi bisu
peradaban, kemanusiaan sejati.
Di ulang tahunmu,
syukur kami panjatkan,
Kagum dan harapan
tak pernah pudar,
Panggungmu
bersinar di malam Jakarta nan lebat,
Lorongmu
inspirasi, cerita tersimpan erat.
Teruslah menyala,
taman yang dirindu,
Jaga seni,
estetika, dan keindahan kalbu,
Saksi peradaban,
mercusuar yang terpaku,
Di sini mimpi
bersemi, insan bersatu.
Kepadamu
kukatakan, rindu kebebasan sejati,
Bukan sekadar
kata, gerak, atau warna berleti,
Napas yang
melompat tanpa henti,
Tanpa belenggu,
imajinasi menari.
Rindu panggung
yang hidup dan berdebar,
Bersama jantung
manusia yang berkibar,
Kata jadi senjata,
warna jadi sabar,
Gerak jadi
peradaban yang bersinar.
Di sana, setiap
gerak adalah perubahan,
Nada adalah suara
hati, tuntut keadilan,
Tarian adalah
deklarasi kemanusiaan,
Imajinasi liar
jadi bintang penuntun zaman.
Biarlah kebebasan
berekspresi jadi jembatan,
Panggung seni jadi
medan peradaban,
Dalam keberanian,
keindahan, kemanusiaan,
Temukan diri,
dalam setiap bagian.
(November 2025)
Dalam puisinya, Riri Satria berharap TIM terus bersinar di tengah Jakarta, menjadi ilham bagi setiap insan yang hadir.
Ia mengajak kita terus melestarikan seni, estetika,
dan keindahan, serta menjadikan TIM saksi peradaban dan penuntun kemanusiaan.
Penulis: Erna Winarsih Wiyono
Writer, Visual Artist, Visual Art Educator &
Indonesian Contemporary Dancer.