Penulis: Dr. H. Bambang Supriyadi, M.Pd.
Dr. H. Bambang Supriyadi, M.Pd.
Oleh Dr. H. Bambang Supriyadi,
M.Pd.
(Kepala Sekolah SMAN 2 Cibinong Kab. Bogor/Komunitas Cinta Indonesia-KACI #PASTI BISA#)
Berbicara tentang pendidikan artinya
kita berbicara tentang kejayaan suatu bangsa dan negara. Pendidikan adalah
satu-satunya jalan yang akan mengantarkan bangsa ini menuju kecemerlangan masa
depan. Mengabaikan masalah pendidikan artinya sama saja dengan membiarkan nasib
bangsa ini menuju jurang kehancuran.
Semua komponen bangsa perlu sadar
bahwa sesungguhnya urusan pendidikan ini adalah urusan semua pihak. Pendidikan
adalah garda terdepan dalam perubahan teknologi dan zaman. Bangsa Indonesia
harus menjadi bangsa yang cerdas dan memiliki daya saing di tingkat global,
tentunya hal ini bisa dicapai bila ada reformasi total di bidang pendidikan.
Reformasi total dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan
berpedoman pada cetak biru pendidikan nasional.
Perubahan kabinet diharapkan memberi
semangat baru dalam perbaikan dunia pendidikan di Indonesia, berbagai harapan
ditumpukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah
kepemimpinan "Mas Menteri" Nadiem Makarim, mulai dari
pencanangan program rencana membuat cetak biru pendidikan Indonesia, dan istilah
merdeka belajar yang diyakini merupakan bagian dari cetak biru. Cetak biru,
merupakan bentuk komitmen dari terciptanya pendidikan yang lebih baik dan
berjangka panjang. Tuntutan akan peningkatan layanan
dan mutu pendidikan merupakan salah satu dampak keberhasilan pembangunan dalam
perubahan sosial, antara lain meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap
pendidikan. Cepatnya tuntutan ini tidak seimbang dengan daya dukung berbagai
fasilitas dan upaya kerap melahirkan isu-isu aktual seperti tersebut di atas.
Diantisipasi bahwa tuntutan ini cenderung semakin menguat selaras dengan
pencapaian dari keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual pendidikan
memerlukan perhatian dari berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab
pendidikan.
Berawal dari asumsi kondisi
pendidikan Indonesia melihat hasil beberapa kajian ilmiah baik dari luar negeri
seperti PISA
(Program for International Student Assessment) atau Program Penilaian Pelajar Internasional, World’s Most Literate Nations, TIMMS (Trends
in International Mathematics and Science Study)
adalah studi internasional tentang kecenderungan atau arah atau perkembangan
matematika dan sains, PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study) adalah studi internasional tentang
literasi membaca untuk siswa sekolah dasar. Hasil dalam negeri seperti Ujian Nasional,
menunjukkan selama hampir 20 tahun kondisi pendidikan Indonesia stagnan berada
di posisi salah satu terbawah di dunia. Bahkan untuk urusan paling fundamental
dalam pendidikan yaitu membaca. Suatu kondisi menyedihkan bahkan mungkin
memalukan mengingat anggaran besar yang telah dikeluarkan untuk mencerdaskan
bangsa ini baik dalam bentuk APBN, APBD, bantuan luar negeri, CSR, maupun dana
masyarakat. Untuk memperbaikinya kita bersama harus mengakuinya. Artinya bukan
dalam konteks mencari siapa yang salah melainkan dari titik mana kita harus
bergerak memperbaikinya. Dengan demikian langkah perbaikan akan berjalan tanpa
beban karena harus menutup-nutupi kondisi sebenarnya.
Masukan Bagi Cetak Biru Pendidikan
Nasional
Cetak biru pendidikan nasional
adalah desain besar menyeluruh yang mensinergikan seluruh elemen dan komponen
bangsa termasuk juga melibatkan dan mengikutsertakan semua kementerian dalam perumusannya.
Cetak biru ini sangat diperlukan agar arah pendidikan Nasional memiliki
pedoman, tolak ukur dan arah secara konprehensif, terencana dan bersifat jangka
panjang tanpa dipengaruhi pergantian kekuasaan politik. Tidak dapat dimungkiri
kebijaksanaan pendidikan di Indonesia seringkali berubah arah yang dipengaruhi
oleh politik yang sedang berkuasa.
Selain itu, juga sebagai bentuk
ditampungnya saran dan masukan dari berbagai pelaku pendidikan, pemerhati
pendidikan dan masyarakat terhadap kemajuan pendidikan di tanah air termasuk
grand teori yang akan dipakai. Penulis berpendapat outline dari rancangan cetak
biru pendidikan nantinya minimal mencakupi empat hal, di antaranya:
1. akses,
2. mutu,
3. relevansi,
4. daya saing, serta tata kelola
pendidikan.
Keempat hal tersebut bisa menjawab situasi
dan kondisi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar dengan
memperhatikan ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan
masyarakat semesta. Cetak biru ini juga diharapkan menyangkut learning to know,
learning to do, learning to be, dan yang terpenting learn to live together.
Pengendalian mutu dapat menggunakan teori
yang dipopulerkan oleh W. Edwards Deming sehingga terkenal dengan nama siklus
Deming, merujuk standar pada tujuh langkah berikut:
1. Menggunakan waktu dua jam pada tiap
akhir minggu bertemu dengan administrator atau guru untuk menghimpun data.
2. Menganalisis data dan menemukan
kekuatan, gali terus dan dapatkan peluang.
3. Mengenali yang benar-benar siswa
perlukan sehingga kurikulum, pembelajaran, dan kompetensi guru dapat memenuhi
kebutuhan itu.
4. Merumuskan kembali atau merevisi tujuan
yang telah ditetapkan. Tujuan hendaknya memenuhi kriteria smart (spesifik,
measurable, attainable, realistic, and timely) dan relevan
5. Mengidentifikasi strategi khusus untuk
mencapai target mutu terbaik.
6. Menetapkan indikator produk sebagai
target strategi.
7. Mengembangkan perencanaan, jadwal dan
menganalisis pemenuhan prosedur dan produk.
Apabila akan menggunakan pendapat Thomas L
Weelen dan David Hunger mensyaratkan empat langkah besar proses pengembangan
pendidikan, yaitu;
1. Memindai lingkungan internal dan
eksternal,
2. Perumusan strategi; meliputi visi,
tujuan, pemilihan strategi, dan penetapan kebijakan,
3. Implementasi strategi; meliputi,
program, anggaran, dan prosedur,
4. Evaluasi dan kontrol kinerja.
Uraian ini dapat dinyatakan bahwa penerapan standar pada
prinsipnya merupakan usaha untuk menerapkan berbagai indikator mutu yang
kriterianya ditentukan dalam perencanaan. Kriteria yang ditetapkan bergantung
pada tinggi rendahnya tujuan yang ditetapkan oleh tiap lembaga. Hal yang perlu
menjadi dasar dari penentuan kriteria yaitu memilih ruang lingkup mutu sesuai
dengan sumber daya yang lembaga miliki dan sesuai dengan target pendidikan
nasional untuk mensejajarkan dengan target mutu pendidikan dalam konteks
global.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan di masa depan yang
mampu mengantisipasi perubahan zaman. Selain itu, tentang pendidikan yang mampu
menyiapkan anak-anak bangsa menghadapi ketatnya persaingan global. Poin-poin
seperti Merdeka Belajar dan Guru Penggerak menjadi poin terpenting dalam
peningkatan pendidikan di Indonesia. Merdeka Belajar masuk dalam cetak biru sebelumnya,
blue print untuk ke mana ini arah
pendidikan sudah dibuat tapi ini tidak bisa tergesa-gesa. Membutuhkan
benar-benar (waktu) karena kita sudah banyak materi, riset, tapi harus dikemas
suatu strategi, konsep Merdeka Belajar yang baru diluncurkan adalah salah satu
bagian dari blue print sistem pendidikan Indonesia.
Tenaga Pendidik
Dalam cetak biru pendidikan
Indonesia, definisi guru di masa depan seperti dalam program "Merdeka
Belajar" tak boleh salah penafsiran. Guru merdeka guru mandiri atau apapun
istilah-istilah yang disematkan terhadap guru masa depan seharusnya terdefinisi
dengan baik. Guru tak boleh dipahami parsial oleh masyarakat dan pegiat
pendidikan. Cetak biru pendidikan seharusnya bisa menjelaskan apa
istilah-istilah yang di dalam program pemerintah. Jangan sampai
definisi-definisi itu parsial definisi-definisi itu tidak utuh dan kemudian
banyak orang membuat tafsir yang salah atau berbeda dengan apa yang dimaksudkan
oleh pemerintah saat ini. Cetak biru pendidikan harus dipahami bahwa cetak biru
pendidikan ini harus disusun dalam jangka waktu yang cukup panjang mungkin
sekitar 50 sampai 100 tahun kemudian apa yang ingin dicapai.
Tata
kelola dan kualitas guru. Perlu pembenahan serius pemerintah untuk lembaga
pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK). Hal ini sejalan dengan pendapat yang
mengatakan mutu guru adalah mutu siswanya. Dari berbagai permasalahan muncul
dalam tata kelola pendidikan Indonesia, mutu guru adalah salah satu yang paling
atas apalagi jika kita mengacu pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang telah
dilakukan Kemdikbud. Beberapa langkah yang dapat dilakukan bagi para tenaga
pendidik.
Dilakukan
seleksi ulang, siapa-siapa saja memang layak berprofesi sebagai pendidik (tidak
semua orang memiliki minat dan bakat sebagai pendidik). Karena jika dipaksakan
pasti hasilnya tidak maksimal dan berakibat buruk bagi generasi penerus bangsa.
Bagi para pendidik yang layak, mereka harus diberikan pelatihan dengan konsep
dan strategi matang.
Manajemen
guru ASN sebaiknya dikelola pemerintah pusat, anggaran untuk gaji dan tunjangan
bisa tetap berupa transfer daerah. Guru harus memiliki izin praktik mengajar
yang harus diperbaharui secara berkala dan sebaiknya lisensi ini tidak
dikeluarkan pemerintah semata melainkan melalui organisasi profesi guru atau
sinergi keduanya. Dengan demikian tunjangan profesi guru ditentukan oleh
lisensi tersebut. Rekrutmen calon guru merupakan hal yang penting dan utama, pabrik
guru alias LPTK yang memang harus ditransformasikan agar mampu mendidik calon
guru yang sesuai dengan tantangan Revolusi Industri 4.0.
Pembiayaan Pendidikan
Pendidikan “capital of human investment” mempunyai peranan penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Pendidikan
mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi bangsa. Hal ini bukan saja karena
pendidikan akan berpengaruh terhdap produktivitas, tetapi juga berpengaruh
terhadap fertilitas (angka kelahiran) masyarakat. Dengan pendidikan menjadikan sumber daya
manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam meghadapi perubahan-perubahan dalam
kehidupan. Jadi, pada umumnya pendidikan diakui sebagai investasi sumber daya
manusia. Pendidikan memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan
kehidupan sosial ekonomi melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan,
kecakapan, sikap serta produktivitas.
Dalam hubungannya dengan biaya dan manfaat, pendidikan dapat dipandang
sebagai salah satu investasi (human investment) dalam hal ini, proses
pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk
konsumsi semata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Hal yang sama
diungkapakan pula oleh Mark Blaug (2016:19) yang menyatakan bahwa :
“…. A good case can now be made for the view that educational expenditure
does partake to a surprising degree of the nature of investment in enhanced
future output. To that extent, the consquences of education in the sense of
skills embodied in people may be viewed as human capital, which is not to say
that people themselves are being treated capital. In other word, the
maintenance and improvement of skills may be seen as investment in human
beings, but the resources devoted to maintaining and increasing the stock of
human beings remain consumption by virtue of the abolition of slavery”.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu
investasi yang berguna bukan saja untuk perorangan atau individu saja, tetapi
juga merupakan investasi untuk masyarakat yang mana dengan pendidikan sesungguhnya
dapat memberikan suatu kontribusi yang substansial untuk hidup yang lebih baik
di masa yang akan datang. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa
proses pendidikan sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut dengan
human capital.
Melihat begitu
pentingnya pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia, menuju bangsa yang
punya daya saing sudah sepantasnya tidak terjadi pengurangan sektor pembiayaan
pendidikan. Amanat UU sistem pendidikan nasional, peraturan pemerintah (PP)
yang menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan merupakan tanggung pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan masyarakat harus dipertahankan. Keterbatasan
pembiayaan dari pemerintah pusat dan daerah dapat melibatkan masyarakat agar
mutu pendidikan tetap bisa tumbuh dan berkembang. Munculnya kaum politisi untuk
menghapus peran masyarakat dengan slogan “pendidikan gratis” akan membebani
sektor lain dalam APBN/APBD yang unjung-ujungnya akan meminimalisir pembiayaan
pendidikan yang berakibat pada penurunan mutu pendidikan itu sendiri. Melihat
pelbagai daerah yang sudah menggratiskan biaya pendidikan, sarana prasarana di
satuan pendidikan tidak terawat secara baik, kegiatan ekskul yang sangat
terbatas serta standar nasional pendidikan yang asal berjalan. Penulis juga melihat
dari studi di negara komunis China, masyarakat masih diberi ruang dan tanggung
jawab untuk terlibat dalam pembiayaan baik di tingkat dasar maupun menengah
demi peningkatan mutu pendidikan.