MENANTI CETAK BIRU (BLUEPRINT) PENDIDIKAN NASIONAL

Penulis: Dr. H. Bambang Supriyadi, M.Pd.

Dibaca: 2086 kali

Dr. H. Bambang Supriyadi, M.Pd.

Oleh Dr. H. Bambang Supriyadi, M.Pd.

(Kepala Sekolah SMAN 2 Cibinong Kab. Bogor/Komunitas Cinta Indonesia-KACI #PASTI BISA#)

 

Berbicara tentang pendidikan artinya kita berbicara tentang kejayaan suatu bangsa dan negara. Pendidikan adalah satu-satunya jalan yang akan mengantarkan bangsa ini menuju kecemerlangan masa depan. Mengabaikan masalah pendidikan artinya sama saja dengan membiarkan nasib bangsa ini menuju jurang kehancuran.

Semua komponen bangsa perlu sadar bahwa sesungguhnya urusan pendidikan ini adalah urusan semua pihak. Pendidikan adalah garda terdepan dalam perubahan teknologi dan zaman. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang cerdas dan memiliki daya saing di tingkat global, tentunya hal ini bisa dicapai bila ada reformasi total di bidang pendidikan. Reformasi total dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan berpedoman pada cetak biru pendidikan nasional.

Perubahan kabinet diharapkan memberi semangat baru dalam perbaikan dunia pendidikan di Indonesia, berbagai harapan ditumpukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di bawah kepemimpinan "Mas Menteri" Nadiem Makarim, mulai dari pencanangan program rencana membuat cetak biru pendidikan Indonesia, dan istilah merdeka belajar yang diyakini merupakan bagian dari cetak biru. Cetak biru, merupakan bentuk komitmen dari terciptanya pendidikan yang lebih baik dan berjangka panjang. Tuntutan akan peningkatan layanan dan mutu pendidikan merupakan salah satu dampak keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Cepatnya tuntutan ini tidak seimbang dengan daya dukung berbagai fasilitas dan upaya kerap melahirkan isu-isu aktual seperti tersebut di atas. Diantisipasi bahwa tuntutan ini cenderung semakin menguat selaras dengan pencapaian dari keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual pendidikan memerlukan perhatian dari berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab pendidikan.

Berawal dari asumsi kondisi pendidikan Indonesia melihat hasil beberapa kajian ilmiah baik dari luar negeri seperti PISA (Program for International Student Assessment) atau Program Penilaian Pelajar Internasional, World’s Most Literate Nations, TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study) adalah studi internasional tentang kecenderungan atau arah atau perkembangan matematika dan sains, PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi internasional tentang literasi membaca untuk siswa sekolah dasar. Hasil dalam negeri seperti Ujian Nasional, menunjukkan selama hampir 20 tahun kondisi pendidikan Indonesia stagnan berada di posisi salah satu terbawah di dunia. Bahkan untuk urusan paling fundamental dalam pendidikan yaitu membaca. Suatu kondisi menyedihkan bahkan mungkin memalukan mengingat anggaran besar yang telah dikeluarkan untuk mencerdaskan bangsa ini baik dalam bentuk APBN, APBD, bantuan luar negeri, CSR, maupun dana masyarakat. Untuk memperbaikinya kita bersama harus mengakuinya. Artinya bukan dalam konteks mencari siapa yang salah melainkan dari titik mana kita harus bergerak memperbaikinya. Dengan demikian langkah perbaikan akan berjalan tanpa beban karena harus menutup-nutupi kondisi sebenarnya.

Masukan Bagi Cetak Biru Pendidikan Nasional

Cetak biru pendidikan nasional adalah desain besar menyeluruh yang mensinergikan seluruh elemen dan komponen bangsa termasuk juga melibatkan dan mengikutsertakan semua kementerian dalam perumusannya. Cetak biru ini sangat diperlukan agar arah pendidikan Nasional memiliki pedoman, tolak ukur dan arah secara konprehensif, terencana dan bersifat jangka panjang tanpa dipengaruhi pergantian kekuasaan politik. Tidak dapat dimungkiri kebijaksanaan pendidikan di Indonesia seringkali berubah arah yang dipengaruhi oleh politik yang sedang berkuasa.

Selain itu, juga sebagai bentuk ditampungnya saran dan masukan dari berbagai pelaku pendidikan, pemerhati pendidikan dan masyarakat terhadap kemajuan pendidikan di tanah air termasuk grand teori yang akan dipakai. Penulis berpendapat outline dari rancangan cetak biru pendidikan nantinya minimal mencakupi empat hal, di antaranya:

1. akses,

2. mutu,

3. relevansi,

4. daya saing, serta tata kelola pendidikan.

Keempat hal tersebut bisa menjawab situasi dan kondisi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar dengan memperhatikan ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan masyarakat semesta. Cetak biru ini juga diharapkan menyangkut learning to know, learning to do, learning to be, dan yang terpenting learn to live together.

Pengendalian mutu dapat menggunakan teori yang dipopulerkan oleh W. Edwards Deming sehingga terkenal dengan nama siklus Deming, merujuk standar pada tujuh langkah berikut:

1. Menggunakan waktu dua jam pada tiap akhir minggu bertemu dengan administrator atau guru untuk menghimpun data.

2. Menganalisis data dan menemukan kekuatan, gali terus dan dapatkan peluang.

3. Mengenali yang benar-benar siswa perlukan sehingga kurikulum, pembelajaran, dan kompetensi guru dapat memenuhi kebutuhan itu.

4. Merumuskan kembali atau merevisi tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan hendaknya memenuhi kriteria smart (spesifik, measurable, attainable, realistic, and timely) dan relevan

5. Mengidentifikasi strategi khusus untuk mencapai target mutu terbaik.

6. Menetapkan indikator produk sebagai target strategi.

7. Mengembangkan perencanaan, jadwal dan menganalisis pemenuhan prosedur dan produk.

Apabila akan menggunakan pendapat Thomas L Weelen dan David Hunger mensyaratkan empat langkah besar proses pengembangan pendidikan, yaitu;

1. Memindai lingkungan internal dan eksternal,

2. Perumusan strategi; meliputi visi, tujuan, pemilihan strategi, dan penetapan kebijakan,

3. Implementasi strategi; meliputi, program, anggaran, dan prosedur,

4. Evaluasi dan kontrol kinerja.

Uraian ini dapat dinyatakan bahwa penerapan standar pada prinsipnya merupakan usaha untuk menerapkan berbagai indikator mutu yang kriterianya ditentukan dalam perencanaan. Kriteria yang ditetapkan bergantung pada tinggi rendahnya tujuan yang ditetapkan oleh tiap lembaga. Hal yang perlu menjadi dasar dari penentuan kriteria yaitu memilih ruang lingkup mutu sesuai dengan sumber daya yang lembaga miliki dan sesuai dengan target pendidikan nasional untuk mensejajarkan dengan target mutu pendidikan dalam konteks global.

Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan di masa depan yang mampu mengantisipasi perubahan zaman. Selain itu, tentang pendidikan yang mampu menyiapkan anak-anak bangsa menghadapi ketatnya persaingan global. Poin-poin seperti Merdeka Belajar dan Guru Penggerak menjadi poin terpenting dalam peningkatan pendidikan di Indonesia. Merdeka Belajar masuk dalam cetak biru sebelumnya,  blue print untuk ke mana ini arah pendidikan sudah dibuat tapi ini tidak bisa tergesa-gesa. Membutuhkan benar-benar (waktu) karena kita sudah banyak materi, riset, tapi harus dikemas suatu strategi, konsep Merdeka Belajar yang baru diluncurkan adalah salah satu bagian dari blue print sistem pendidikan Indonesia.

Tenaga Pendidik

Dalam cetak biru pendidikan Indonesia, definisi guru di masa depan seperti dalam program "Merdeka Belajar" tak boleh salah penafsiran. Guru merdeka guru mandiri atau apapun istilah-istilah yang disematkan terhadap guru masa depan seharusnya terdefinisi dengan baik. Guru tak boleh dipahami parsial oleh masyarakat dan pegiat pendidikan. Cetak biru pendidikan seharusnya bisa menjelaskan apa istilah-istilah yang di dalam program pemerintah. Jangan sampai definisi-definisi itu parsial definisi-definisi itu tidak utuh dan kemudian banyak orang membuat tafsir yang salah atau berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh pemerintah saat ini. Cetak biru pendidikan harus dipahami bahwa cetak biru pendidikan ini harus disusun dalam jangka waktu yang cukup panjang mungkin sekitar 50 sampai 100 tahun kemudian apa yang ingin dicapai.

Tata kelola dan kualitas guru. Perlu pembenahan serius pemerintah untuk lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK). Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan mutu guru adalah mutu siswanya. Dari berbagai permasalahan muncul dalam tata kelola pendidikan Indonesia, mutu guru adalah salah satu yang paling atas apalagi jika kita mengacu pada hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang telah dilakukan Kemdikbud. Beberapa langkah yang dapat dilakukan bagi para tenaga pendidik.

Dilakukan seleksi ulang, siapa-siapa saja memang layak berprofesi sebagai pendidik (tidak semua orang memiliki minat dan bakat sebagai pendidik). Karena jika dipaksakan pasti hasilnya tidak maksimal dan berakibat buruk bagi generasi penerus bangsa. Bagi para pendidik yang layak, mereka harus diberikan pelatihan dengan konsep dan strategi matang.

Manajemen guru ASN sebaiknya dikelola pemerintah pusat, anggaran untuk gaji dan tunjangan bisa tetap berupa transfer daerah. Guru harus memiliki izin praktik mengajar yang harus diperbaharui secara berkala dan sebaiknya lisensi ini tidak dikeluarkan pemerintah semata melainkan melalui organisasi profesi guru atau sinergi keduanya. Dengan demikian tunjangan profesi guru ditentukan oleh lisensi tersebut. Rekrutmen calon guru merupakan hal yang penting dan utama, pabrik guru alias LPTK yang memang harus ditransformasikan agar mampu mendidik calon guru yang sesuai dengan tantangan Revolusi Industri 4.0.

Pembiayaan Pendidikan

Pendidikan capital of human investment mempunyai peranan penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhdap produktivitas, tetapi juga berpengaruh terhadap fertilitas (angka kelahiran) masyarakat. Dengan pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam meghadapi perubahan-perubahan dalam kehidupan. Jadi, pada umumnya pendidikan diakui sebagai investasi sumber daya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan kehidupan sosial ekonomi melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap serta produktivitas.

Dalam hubungannya dengan biaya dan manfaat, pendidikan dapat dipandang sebagai salah satu investasi (human investment) dalam hal ini, proses pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Hal yang sama diungkapakan pula oleh Mark Blaug (2016:19) yang menyatakan bahwa :

“…. A good case can now be made for the view that educational expenditure does partake to a surprising degree of the nature of investment in enhanced future output. To that extent, the consquences of education in the sense of skills embodied in people may be viewed as human capital, which is not to say that people themselves are being treated capital. In other word, the maintenance and improvement of skills may be seen as investment in human beings, but the resources devoted to maintaining and increasing the stock of human beings remain consumption by virtue of the abolition of slavery”.

Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna bukan saja untuk perorangan atau individu saja, tetapi juga merupakan investasi untuk masyarakat yang mana dengan pendidikan sesungguhnya dapat memberikan suatu kontribusi yang substansial untuk hidup yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.

Melihat begitu pentingnya pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia, menuju bangsa yang punya daya saing sudah sepantasnya tidak terjadi pengurangan sektor pembiayaan pendidikan. Amanat UU sistem pendidikan nasional, peraturan pemerintah (PP) yang menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan merupakan tanggung pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat harus dipertahankan. Keterbatasan pembiayaan dari pemerintah pusat dan daerah dapat melibatkan masyarakat agar mutu pendidikan tetap bisa tumbuh dan berkembang. Munculnya kaum politisi untuk menghapus peran masyarakat dengan slogan “pendidikan gratis” akan membebani sektor lain dalam APBN/APBD yang unjung-ujungnya akan meminimalisir pembiayaan pendidikan yang berakibat pada penurunan mutu pendidikan itu sendiri. Melihat pelbagai daerah yang sudah menggratiskan biaya pendidikan, sarana prasarana di satuan pendidikan tidak terawat secara baik, kegiatan ekskul yang sangat terbatas serta standar nasional pendidikan yang asal berjalan. Penulis juga melihat dari studi di negara komunis China, masyarakat masih diberi ruang dan tanggung jawab untuk terlibat dalam pembiayaan baik di tingkat dasar maupun menengah demi peningkatan mutu pendidikan.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...