Rahasia Awet Muda Prof. Dr. Muchlis R. Ludin, M.A.

Penulis: Dr. H. Dedi Nurhadiat, M.Pd

Dibaca: 503 kali

Prof. Dr. Muchlis R. Ludin, M.A.

(Manusia Berencana Allah yang Menentukan)

Oleh Dr. H. Dedi Nurhadiat, M.Pd

 

Dapat dikatakan awet muda, karena ketika beliau lulus pendidikan S2 di tahun 1987, penulis saat itu baru lulus program D3 Seni Rupa IKIP Bandung. Tentu dari disiplin ilmu yang digeluti jauh berbeda antara penulis yang menggeluti kesenimanan dengan beliau seorang yang menggeluti psikolog pendidikan, dan ilmu sosiolog. Namun ada nilai persamaan yaitu memiliki unsur pendidikan. Penulis mendalami nilai keindahan lahiriah secara kasat mata. Sedangkan sang profesor menerapkan keindahan batiniah.

Ilmu itu dikatakan bermanfaat, tatkala bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Seperti terjadi pada profesor, yang selalu tampak muda, karena menerapkan ilmu yang digelutinya. Saat sarjana (S1) beliau mengambil jurusan Psikologi Pendidikan, di UNJ. Kemudian dilanjut program S2 jurusan Ilmu Sosial & Ilmu Politik di Universitas Indonesia. Maka beliau disamping jadi guru besar mengajar MSDM, juga sempat duduk mendampingi mentri pendidikan dalam jabatan Irjen. Tentu hal ini sejalan dengan latar pendidikan yang ditempuh, seperti yang di uraikan di atas ini. Yang jadi sorotan dalam tulisan ini, tentang rahasia awet muda sang profesor. Yang tidak terlalu banyak orang membicarakannya.

Awal cerita, sekitar tahun 2013. Ketika itu, kami melakukan foto bersama di acara Seminar ”Penanganan Anak Gifted” yang diselenggarakan SMA5, Kabupaten Bekasi. Ada guru yang berkomentar bahwa penampilan saat berfoto, tampak lebih muda profesor dari pada saya. Tentu saja, penulis tidak merasa yakin dengan komentar mereka. Mungkin itu hanya gurauan belaka. Saat foto usai dicetak, ternyata begitu tampak jelas bahwa profesor seperti lebih muda. Bahkan rentangannya seperti sangat jauh dari realita usia sesungguhnya.

Selanjutnya, rasa penasaran itu dilanjutkan lewat pengamatan di kampus. Saat para mahasiswa pada antre bimbingan disertasi di lantai 4 gedung pasca sarjana UNJ. Para mahasiswa yang lagi pada antre berderet duduk di ruang tunggu itu, satu-satu dibandingkan dengan wajah profesor yang sedang bicara menghadap mahasiswanya. Banyak mahasiswa bermuka kusut, sangat kontras dengan dosennya. Mungkin inilah yang dimaksud UNJ (Universitas Neraka Jahanam) yang diluruskan oleh Prof. Djaali menjadi Universitas Nur Jannah.

Tampak jelas mereka yang menunggu bimbingan Prof. Muchlis itu, tak secerah wajah promotor mereka yang selalu tetersenyum (seperti cahaya Jannah). Sangat kontras dibanding wajah mahasiswa/i yang baru keluar dari antrian di ruangan Dr. Paskalis Riberu. Penulis menilainya karena Prof. Muchlis habis berwudhu dan salat ashar waktu itu. Disamping itu ada senyuman yang selalu memancarkan aora berbeda diwajahnya.

Sekian tahun kemudian, penulis tak pernah lagi ke UNJ untuk bertemu para profesor di sana. Ketika Prof. Muchlis muncul di layar kaca mendampingi Mas Mentri, penampilan beliau tak banyak berubah. Semakin yakin, bahwa beliau punya rahasia ilmu awet muda yang nyata hasilnya. Begitu bisikan dalam hati, saat itu.

Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, M.A sejak diangkat Mas Mentri Nadiem Makarim jadi Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kerap muncul di layar kaca mendampingi orang nomor satu di kementrian itu. Namun belakangan berhenti, karena batas usia purnabakti, tepatnya pada tanggal 27 Mei 2020. Beliau berhenti, sesuai batas usia eselon 1 (60 tahun). Sejak saat itu, kembali menjadi Guru Besar di UNJ.

Belakangan di akhir ritual pemakaman pada hari Kamis 29 Juli 2021 di pemakaman Al Azhar, Kerawang. Penulis mencari-cari tulisan beliau untuk mengenang jasanya dalam dunia pendidikan. Akhirnya rahasia awet muda itu tersibak setelah membaca tulisan profesor di media online Kumparan. Diduga sang profesor mengamalkan filsafat dan budaya Jepang. Sebab dalam salah satu tulisannya yang berjudul "Jepang Ikigai dan Pembelajaran Hidup". Dalam uraiannya ada yang berbunyi

"...di masyarakat Jepang, misalnya, kebahagiaan itu tak bersifat statis, tak sepi, atau stagnan. Kebahagiaan itu bersifat sibuk, dinamis. The happiness of always being busy.” Begitu profesor menuliskannya.

Rahasiah umur panjang orang Jepang, hasil kajian profesor, dipaparkan dalam tulisan itu, di antaranya “Simple life in the outdoors, green tea, and subtropical climatuli Inilah yang kemudian disebut cara pandang 'Ikigai', yang membentuk cara hidup orang Jepang."

Tentang Ikigai beliau menghubungkannya dengan praktik 'Yuimaaru' atau dikenal juga dengan 'teamwork'. Hal ini sejalan dengan pengamatan seorang ahli nuklir dari LIPI Dr. Gunarwan lulusan Tokyo University. Ahli nuklir itu, mengungkapkan budaya Jepang, saat diwawancara untuk sebuah konten youtube saat itu.

Dr. Gunarwan memaparkan, budaya masyarakat Jepang yang selalu bekerja dalam team yang kompak. Bukan hanya itu, utamanya saling mendukung satu sama lain (tidak menonjolkan ego pribadi). Tentu saja, Dr Gunarwan bisa berbicara lancar karena berdasarkan pengalamannya selama kuliah di perguruan tinggi ternama di sana. Untuk menyibak rahasiah sukses masyarakat Jepang, ahli nuklir ini, sempat menggeluti jadi pengecer harian surat kabar di sana. Makanya sangat banyak sekali pengetahuan tentang kinerja orang Jepang dia pahami. Hal ini, sangat sejalan dengan tulisan profesor, di atas.

Bedanya, Profesor Muchlis R. Luddin mengupasnya secara keilmuan. Dipaparkan secara lebih rinci, bahwa 'Ikigai' dirumuskan sebagai “the brings satisfaction, happiness, and meaning to our lives”. 'Ikigai' inilah yang membawa orang-orang Jepang, khususnya di distrik Okinawa, Ogimi, dalam apa yang sering dikenal sebagai 'blue Zones', yakni daerah yang secara geografis dikategorikan sebagai zona “where people live longest”. Tampaknya konsep inilah yang profesor terapkan dalam perilaku kesehariannya.

Tak lupa profesor merinci nama-nama tempat di Jepang dan luar Jepang yang memiliki budaya mirif dan penduduknya rata-rata berusia panjang seperti di Okinawa, Jepang; Sardinia, Italia; Loma Linda, California; The Nicoya Peninsula, Costa Rica; dan Ikaria, Yunani.

Kehidupan profesor yang serba sibuk itu, dihadapi secara lebih nyaman, tenang, sederhana dan mudah dipahami mahasiswa. Setiap permasalahan ditanggapi dengan ceria. Seperti saat menyikapi banyaknya perguruan tinggi yang terkesan membodohi publik menyangkut “World Class University” Menyikapi ramainya iklan perguruan tinggi di layar kaca, di radio, bahkan pamplet dan plyer menyebut-nyebut istilah itu. Jawaban profesor hanya dengan satu pertanyaan”...adakah kandidat peraih Nobel di perguruan tinggi tersebut?" Dengan satu pertanyaan itu saja sudah dengan sendirinya meluluhlantakkan argumen banyak orang.

Secara kebetulan juga banyak mahasiswa yang jadi dosen di perguruan tinggi swasta ikut program doktoral, ikut perkuliahan beliau. Dapat diduga yang memerah mukanya, adalah mereka yang melakukan promosi berlebihan itu.


Kita pahami bahwa WCU ( World Class University) kerap didefinisikan pada penilaian, perankingan, dan pengakuan yang berskala internasional pada universitas atau kampus di berbagai negara. Baik kampus negeri maupun swasta telah berupaya dan berlomba untuk menjadi universitas kelas dunia. Realitanya masih jauh panggang dari api.

Dari uraian singkat profesor tentang WCU, akhirnya ada juga yang membahas Studi Levin, Jeong dan Ou (2006) menyebut beberapa tolok ukur skala pengakuan internasional world class university itu. Dengan beberapa tolok ukur itu mahasiswa mulai bisa menangkap apa yang dimaksud dengan kampus berkelas internasional, yakni kampus-kampus yang menempati peringkat besar dalam pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga dengan reputasi internasional.

Jawaban singkat Profesor Muchlis L. Luddin itu, tentu saja merembet kemana-mana, membuat gaduh suasana kelas dan di luar kelas. Karena di TV, Radio, dan medsos lainnya sedang gencar-gencarnya. Pembodohan publik itupun mulai sirna beberapa bulan kemudian. Apakah karena ulah profesor? Jawabnya tentu hasil kajian bersama.

Aktivitas tinggi, tetap ramah, disiplin, kerja sama dalam tim, dst., membuat profesor selalu bertenaga, lincah, geraknya ringan. Walau beban kerjanya sangat padat. Karya tulisnya juga selalu muncul di media online maupun di media cetak. Tampaknya padatnya acara, begitu ringan di pundak beliau.

Beda seseorang yang bergelar profesor dengan bukan itu, terletak dari karya tulis. Tampaknya terjawab pada diri beliau. Ilmunya bukan hanya ditulis. Tapi dihayati dalam kehidupannya. Sehingga beliau selalu tampak lebih muda dari usianya.

Namun Allah berkehendak berbeda. Penampilan profesor yang tampak muda, lincah, bertenaga, ramah, dll. Sangat seirama dengan konsep tulisannya. Tampak isi kata-kata dan perilaku begitu terjiwai. Namun kini harus takluk di makhluk tak kasat mata, yaitu virus covid-19 melahap organ tubuhnya yang memang sudah menjelang purnabakti.

Wajar sang profesor itu takluk, karena dakhsyatnya varian Delta ini.Tentang varian baru ini, Kompas.com, melansir Medical News Today, 6 Juli 2021, yang menjelaskan bahwa varian Delta plus juga dikenal sebagai B.1.617.2.1 atau AY.1va Dijelaskan juga bahwa Varian Delta plus adalah turunan dari varian Delta, dengan satu-satunya perbedaan yang diketahui adalah mutasi tambahan, K417N, pada protein membuat lonjakan virus.

Protein itulah yang memungkinkan menginfeksi sel-sel penderita dengan pesat. Semua rumah sakit dipadati pasien begitu cepatnya. Sehingga keluarga profesor yang lama keliling ke berbagai rumah sakit, tak kunjung mendapatkan tempat. Terpaksa dirawat di rumah dengan mendatangkan dokter pribadi. Saat mendapatkan ruang rawat inap tampaknya harus sudah ketergantungan ke alat ventilator. Namun pihak keluarga tak mengijinkan menggunakan alat bantu pernapasan tersebut. Begitu paparan keluarga di zoom saat pemakaman profesor di Alazhar Kerawang. Wallahu a'lam.(DN)

PUSTAKA

Diamond, Ian. (2007). "Social Sciences Lose 1".Times Higher Education.. Diunduh di: http://www.timeshighereducation.co.uk/

Henry M., Jeong, Dong Wook, & Ou, Dongsu. (2006). What is World Class University? Paper for The Conference Of The Comparative and International EducationSociety, Honolulu, Hawaii, March, 16.

https://kumparan.com/muchlis-r-luddin/jepang-ikigai-dan-pembelajaran-hidup-1pg5SqV8xFD

http://www.timeshighereducation.co.uk/world-university-rankings

http://www.webometrics.info/ about_rank.html.


Kelner, Douglas., Lewis Tyson E., & Pierce, Clayton. (2008), On Marcus: Critique, Liberation, and Reschooling in the Radical Pedagogy of

Herbert Marcuse. Rotterdam, Netherlands: Sense Publisher.

Kompas. "ITB: "World Class University Bukan Tujuan Utama" 27Oktober 2009.

Kompas. "Miliaran Rupiah, demi Universitas Berkelas Internasional." 20 Mei 2009.

Marginson, Simon. (2006). "Ranking Ripe for Misleading". The Australian. Diunduh dari http://www.theaustralian.com.au/higher-education/.

Nurtjahjadi. (2010). "Inggris Protes Ranking WCU." Diunduh dari website Edukasi Kompasiana http://edukasi.kompasiana.com

Republika. "Menuju World Class University." 9 April.Pelak

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...