Penulis: DR. H. DEDI NURHADIAT, M.PD
DR. H. DEDI NURHADIAT, M.PD
OLEH DR. H. DEDI NURHADIAT, M.PD
(Komunitas Cinta Indonesia)
Mempersatukan
beberapa kampung dalam suatu kegiatan bersama, sudah sering dilakukan para Inohong
Sunda tempo dulu. Kini kearifan lokal itu, mulai tergerus gelombang medsos,
seperti tiktok, dan dumay lainya. Katakanlah yang tersingkir itu, berupa ritual
Hajat Buruan atau Ruwatan. Apakah ada dampak lanjutannya?
Dengan mulai
punahnya sebuah sistem kemasyarakatan semacam ini, maka internalisasi norma yang
turun temurun dari leluhur mengalami kendala yang sangat berarti. Tak jarang terlahir
watak generasi yang beringas, kasar, seolah tak mengindahkan nilai-nilai. Semua
itu di antaranya, karena adab dan tatakrama budaya leluhur yang terus terkikis
secara bertahap. Akhirnya hal besar pun mulai banyak dilanggar. Mulai bermunculan
stigma negatif dari orangtua yang
menganggap anaknya durhaka. Dibalik itu, generasi muda, menilai orangtua mereka
terlalu kolot, dan sebagainya.
Kearifan lokal berupa
Ritual Hajat Buruan, adalah upaya pendidikan menjunjung tinggi norma-norma
secara kolektif. Kegiatan ini, untuk menyatukan umat di sekitar wewengkon Sunda
pada umumnya. Dahulunya kegiatan ini, sangat dinanti dan digemari warga lintas
generasi. Acara pemersatu masyarakat itu, sering disebut Ruwatan atau Hajat
Buruan. Bentuk ritualnya sangat beragam. Di setiap daerah punya keunikan
tersendiri. Karenanya sering dikunjungi wisatawan lokal (domestik) maupun
wisatawan mancanagara.
Seiring waktu,
muncul pula Pro dan kontra terjadi karena bersinggungan dengan akidah
keislaman. Setelah didialogkan, akhirnya muncul kesepakatan. Adapun perbedaan yang
mengundang perselisihan pendapat itu di antaranya; tentang pembacaan
mantra-mantra, pembakaran kemenyan, mencuci pusaka, menyatukan beberapa sumber
air dalam satu kuali, hingga sesajen berupa bungabunga dan wewangian. Namun
adapula daerah yang berhasil mengawinkan perbedaan budaya dengan tradisi
setempat dalam kemasan Hajat Buruan yang sangat unik, dan melegenda.
Ditinjau dari keuntungannya,
Ritual Hajat Buruan bagi masyarakat setempat di antaranya guyub, sauyunan,
hiburan, arenà perjodohan, gotongroyong, membangun empati, arena tausiah
sesepuh. Di samping itu, ada upaya pembinaan seni pertunjukan, seni busana
lokal, seni kuliner, dan menularkan nilai-nilai hubungan baik antargenerasi.
Akulturasi budaya yang berhasil dilestarikan banyak kita temukan di beberapa
daerah. Bahkan banyak jadi konten menarik bagi kaum youtuber.
A. HAJAT BURUAN DI WAGLO BERNAPASKAN RELIGI ISLAM MENYAMBUT
RAMADHAN 2021
Makna Hajat
Buruan, sering diartikan suatu tradisi rasa syukur masyarakat akan hasil panen
yang melimpah, dan cara untuk menolak bala. Bentuk ritualnya merupakan hasil
kesepakatan para tokoh masyarakat setempat. Mereka duduk bersama, membuka wacana
dan adu argumen. Jika acaranya menyatukan beberapa konsep dari daerah yang
berjauhan.
Di lingkungan
Waglo, Cisalak Subang, Jawa Barat. Acara ruwatan ini sudah rutin dilakukan
dalam kelompok sekala kecil. Dan budaya tradisi itu, hanya untuk lingkungan
tetangga terdekat saja. Untuk sekala besar, menyatukan tradisi masyarakat Kapuk
Nahun, Tonggong Londok, Babakan Oncom, hingga Tradisi Kampung Junti, belum
pernah terjadi. Wacana demikian baru akan dilakukan menjelang Ramahan 2021. Wacana ini, bentuknya berupa gunting pita pembuatan jalan tembus
dari Kapuk Nahun ke Kampung Junti, melalui Lembah Bitung.
Dengan terjalinnya
silaturahmi ini, diharapkan dapat mempersatukan kampung-kampung sekitarnya.
Yang dikemas dalam kalimat KATOLOBAO-LITUNGTI (Kapuk Nahun, Tonggong Londok,
Babakan Oncom, Lembah Bitung, Buntung Sirit, dan Junti). Kegiatan ini sekaligus
sosialisasi dan menguak budaya luhung wilayah setempat. Dengan harapan mulia
untuk dapat meningkatkan percaya diri, di era persaingan positif dengan daerah
lainnya. Karena sering aset berharga ini, disalahgunakan. Contohnya apa?
Selama ini situs
bersejarah adakalanya menjadi tempat angker dan dijadikan arena klenik. Menegur
satu per satu setiap orang yang diduga keluar dari nilai dan norma setempat
cukup melelahkan. Maka dengan Ritual Hajat Buruan bisa lebih terarah secara
kolektif. Pemuka agama dan pemuka adat bisa bicara bergantian, saling mengisi. Jika
ada silang pendapat, bisa dibawa ke forum elit puncak pimpinan. Sehingga akar
rumput tak harus tahu persoalan detilnya. Fokus pada kerja bareng, sauyunan.
Katakanlah perbedaan
pendapat tentang makhluk astral versi budayawan, versi agamawan berupa khodam,
Jin Kharin pendamping manusia yang sering menyesatkan. Kekuatan ghaib itu ada kalanya
di puja dan disanjung. Karena makhluk astral itu berusia sangat panjang.
Kekuatan ghaib dari makhluk demikian sering dikultuskan. Ulah makhluk tak kasat
mata yang memperdaya manusia sangat memungkinkan, tanpa ada pemuka agama atau
pemuka adat. Peranan orang berilmu agama sangat dibutuhkan.
Jika semua calon
peserta Ritual Hajat Buruan di Waglo sudah membaca tulisan tentang Istana Ghaib
di Pajaratan. Maka warisan budaya itu akan terpelihara lebih terarah. Maka
semua calon peserta digiring dulu untuk mencermati uraian tulisan dan video di
bawah ini. Bisa dihembuskan dari mulut ke mulut jauh sebelum acara.
http://beritadisdik.com/news/kaji/tentangadanya-istana-ghaib-di-pajaratan
Tulisan di atas
ini, hanya sebagai bahan dasar diskusi perseorangan yang suka membaca. Diharapkan jadi nara sumber disaat acara. Tak
ada salahnya jika dicoba mencermati video di youtube berikut ini. https://youtu.be/TV2V2JTiAvo
Intinya
pranasosial yang ada itu, harus memiliki fungsi dalam rangka melestarikan
kehidupan umat manusia dalam keadaan tentram, penuh kedamaian.
Masyarakat akan lebih
tentram ketika siap menuju alam kekal di jalan Allah. Karena dunia ini sangat
fana dan sifatnya sementara. Jangan sampai bisa diadu domba oleh makhluk
laknatullah. Perbedaan pendirian hendaknya jadi pemicu masyarakat untuk belajar
lagi. Saling menghargai dan saling kasih sayang. Walau kadang harus ada adu kekuatan
ghaib di jalan Allah. Di akhir harus tampa ada rasa dendam, karena dikemas
dalam seni yang menghibur.
B. SOSIALISASI HUKUM SEBAB AKIBAT & MEMUTUS MATA
RANTAI COVID-19
Konsep Hajat
Buruan di era covid-19 tampaknya harus dikemas memprioritaskan keselamatan di
atas segalanya. Seperti diuraikan dalam video di bawah ini. Sosialisasi harus
komprehensip melibatkan ulama, dan umaro. Latar belakang gagasan, berupa upaya
menghargai sesepuh secara hierarki.
Sopan santun dalam berinovasi dan melestarikan budaya Sunda.
Wacana ritual
Hajat Buruan menapaki jejak karya masa lalu, dan hasrat merombak budaya
disfungsional untuk dapat berfungsi
meningkatkan kesejahteraan bersama. Maka gagasan itu perlu diwacanakan dalam
durasi waktu dan kesempatan. Itulah pentingnya sosialisasi dalam silaturakhmi.
Walaupun kegiatan demikian memakan waktu tak sedikit. Video di bawah ini
alternatif tahap awal menuju Ritual Hajat Buruan.
https://www.facebook.com/waglo.subang/vi deos/1179135912544647/?flite=scwspnss
Sebelum acara
digelar, juga perlu riset sederhana. Wawancara dengan sesepuh Junti bernama
Mang Acid berikut ini alternatifnya. Video ini baru satu hal tentang riwayat lembah
Pasir Heulang bagian timur laut. Lokasi yang menyerupai lembah subur karena
kaya dengan sumber air. Mengapa perlu di gali?
Jawabannya tentang
pelestarian alam diatas bukit. Terbukti walaupun kemarau panjang sumber air ini
tidak pernah kering. Maka sawah dan kolam selalu terus berproduksi, tiada
henti. Inilah sekelumit kisah Legok Bitung & Buntung Sirit. Karena hutan di
atasnya terpelihara dengan baik, sebagai cadangan air di musim kemarau.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid
=1161792697612302&id=10001344748591 3&sfnsn=wiwspwa
Dari kisah di atas
ini, dapat ditarik kesimpulan. Perlunya mengkaji hukum sebab akibat. Agar
generasi muda dapat mengambil khikmah dari ajaran leluhur. Dan perlunya berinovasi,
memperbaiki kelemahan masa lalu. Menuju masyarakat yang tangguh di era
globalisasi.(DN)